Rabu, 15 September 2010

Mengapa Allah Menguji Kita

Mengapa Allah Menguji Kita Sebagai Orang Percaya? demikian tema dari renungan yang disampaikan oleh Edy Kalami, SH pada ibadah chapel STT-WP. Renungan diambil dari Kitab Kejadian 22:1-19.
Berbicara tentang ujian banyak orang tidak suka/tidak senang menerimanya. Kadang manusia banyak bersungut-sungut dan menyalahkan Tuhan. Mereka berkata: Ah! Kenapa ini harus terjadi pada diriku? Tuhan Engkau tidak sayang saya kah?,dll. Dalam kisah ini Abraham yang diuji oleh Allah untuk mempersembahkan anak tunggalnya ishak, tidak demikian. Ia justru bertindak mematuhi apa yang diperintahkan Tuhan Allah.
Ada tiga hal penting yang dikemukakannya. Tiga hal itu berhubungan dengan I Korintus 13:13, yakni:
1. Ujian dari Tuhan terhadap Iman Abraham (ayat 1-6)
Jika kita menyimak ayat-ayat itu, kita akan menemukan bahwa Abraham yakin bahwa apa yang yang tidak pernah ia harapkan dan sesuatu yang tidak pernah ia lihat pasti akan dinyatakan Tuhan. Itulah sebabnya ketika Allah berfirman ia tidak berdalih, ia justru patuh melaksanakan apa yang Tuhan Allah perintahkan.
2. Ujian Terhadap Kasih (ayat 7-10)
Pada kesempatan ini Abraham diperhadapkan pada suatu dilema, siapa yang harus ia kasihi. Apakah mengashi Allah atau Ishak anak tunggalnya. Atau apakah ia mengasihi berkat Allah atau Sumber berkat. Tapi kita tahu bahwa keputusan terakhirnya adalah mengasihi Sumber Berkat (Tuhan) itu sendiri. Keputusan yang luar biasa, yang mungkin bagi kita hari ini susah untuk menjalaninya.
3. Ujian Terhadap Pengharapan (ayat 11-19)
Saat Abraham dibawah keluar dari tanah Urkasdim Allah telah berjanji akan memberikan tanah yang penuh air susu dan madu serta memberikan keturunan baginya seperti bintang dilangit dan pasir dilaut. Abraham punya keyakinan akan hal ini, bahwa Allah yang telah memanggil dia tidak mungkin menipunya. Secara manusia bisa saja muncul pikiran bahwa Allah sudah janji berikan keturunan yang banyak, sekarang anak semata wayang disuruh persembahkan untuk Tuhan Allah, lalu mungkinkah janji Tuhan akan digenapi tanpa punya keturunan. Apalagi usia Abraham pada saat itu sangat tua. Dalam ujian ini pun Abraham tidak menyalahkan Tuhan, ia justru berpengharapan bahwa janjiNya pasti akan digenapi.

Mengapa Allah menguji kita? tentu kita tahu bahwa ia sangat mengasihi kita. Karena saking cintaNya buat kita Ia menguji kita hanya untuk melihat kemurnian kesetiaan kita padaNya.

Pertanyaannya adalah apakah sikap kita saat menghadapi situasi yang sama? Apakah kita akan mengikuti jejak Abraham atau menyalahkan Tuhan Allah. Bagi kita, yang harus dilakukan adalah memperbanyak waktu doa kita agar saat badai ujian datang kita mampu menghadapinya, tanpa sungut dan menyalahkan Tuhan.

Naldo

Rabu, 08 September 2010

MERENTES JALAN MENUJU STT WALTER POST YANG KUAT DAN MANDIRI

Sekolah Tinggi Teologi Walter Post Jayapura berdiri pada tahun 1986 sebagai salah satu Perguruan Tinggi Teologi di Tanah Papua yang berjasa menyediakan para pengerja gereja dan masyarakat untuk melayani di seluruh nusantara. Pada tahun itu STT Jaffray Ujung Pandang membuka program baru yang dikenal dengan Program Kuliah Jarak Jauh (PKJJ) untuk memperluas jangkauan pelayanannya ke kota-kota sekitar Ujung Pandang dan ke pulau-pulau lain di Indonesia. Program kuliah ini disambut baik dan dimanfaatkan oleh Pimpinan gereja Kemah Injil Irian Jaya pada waktu itu. Kebetulan pada saat itu Pdt. Yosia Tebay, S.Th sebagai Ketua Sinode sedang bergumul untuk menghadirkan Sekolah Tinggi Teologi di Papua dalam rangka memenuhi kebutuhan pengkaderan tenaga pengerja gereja. Langkah pertama yang ditempuh adalah menyelengarakan Kuliah Jarak Jauh tadi di kota Jayapura. Kebutuhan lembaga pendidikan tinggi di bidang teologi itu kemudian dibicarakan dalam Konferensi Gereja Kemah Injil di Pyramid yang berangsung dari 12-17 September 1986. Keputusan yang diambil adalah memulai suatu Sekolah Tinggi Teologi untuk Wilayah Irian Jaya yang kemudian diberi nama STT Walter Post Jayapura, disingkat STT-WPJ.

Bulan April tahun 1987, Pdt.Benny Giay yang tadinya adalah dosen STT Jafray Ujung Pandang, mengambil beban untuk merealisasikan apa yang telah disepakati pada Konferensi Pyramid tersebut dengan bermodalkan semangat dan iman kepada janji Tuhan “.....Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman (Matius 28:20)”. Pada saat STT WPJ ini dibuka, ia hanya mempunyai satu orang dosen tetap dan tiga orang dosen tidak tetap serta dua orang pegawai. Setahun kemudian dosen tetap bertambah menjadi tiga orang. Demikianlah tahun demi tahun tenaga dosen terus bertambah sehingga tahun ajaran 2007/2008, STT WPJ mempunyai 12 orang dosen tetap dan 25 orang dosen tidak tetap, 5 orang pegawai kantor serta 2 orang pegawai perpustakaan. Lembaga ini sedang menjalankan diploma III (D3) Teologi dan Pendidikan Agama Kristen serta startum satu (S1) Teologi/Kependetaan dan Pendidikan Agama Kristen. Selain itu STT Walter Post juga menyediakan kesempatan belajar bagi masyarakat dengan progaram studi Gereja Masyarakat (Sosiologi Agama) dan Pendidikan Kristen untuk stratum dua (S2) serta program stratum tiga (S3) Sejarah Gereja dan Budaya Papua sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.

Pengalaman petualangan STT WPJ selama 23 tahun ini juga mempunyai cerita tersendiri. STT Walter Post Jayapura memulai proses belajar mengajar pada tahun pertama dengan menggunakan gedung ibadah jemaat Baithesda Abepura. Dalam tahun 1988 STT WPJ pindah dan menggunakan kompleks STA Ruland Lessnusa di Abepura karena sekolah tersebut pindah ke Puspigra Kampung Harapan. Tiga tahun kemudian, tepatnya tahun 1991, STT Walter Post Jayapura pindah lagi ke Puspigra Kampung Harapan yang nantinya telah dijadikan kampus dua bagi STT Walter Post Jayapura. Dan sejak tahun ajaran 1999/2000, STT WPJ menempati kompleks milik sendiri di Pos 7 Sentani, Kabupaten Jayapura sebagai kampus utama yang dihibahkan oleh The Christian Missionary Alliance (CMA) pada tahun 2003.

STT Walter Post Jayapura kini telah menjadi salah satu Sekolah Tinggi Teologi di Tanah Papua yang telah memiliki Keputusan Menteri Republik Indonesia Nomor 358 Tahun 1999 tentang Pemberian Status Terdaftar Program Stratum Satu (S1) yang ditetapkan pada tanggal 22 Juli 1999. Dengan keputusan itu kemudian mengantarkan Perguruan Tinggi Teologi ini dalam suatu keputusan baru Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakt Kristen Departemen Agama RI tentang Pemberian Status DIAKUI untuk program Startum Satu (S1) Jurusan Teologi/Kependetaan pada Sekolah Tinggi Teologi Walter Post Jayapura Papua dengan Nomor : DJ.III.Kep/HK.00.5/7/253/2007, yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 Januari 2007. Dengan demikian lembaga ini meletakan dasar hukum yang jelas untuk mewujudkan visi dan misi STT Walter Post Jayapura yakni STT WP hadir dengan visi bagi Kerajaan Allah dan misinya untuk menyebarluaskan nilai-nilai Injil Kerajaan Allah itu kepada suku, bangsa dan bahasa.

Dengan anugerah Tuhan, STT Walter Post Jayapura sudah genap berusia 23 Tahun dan telah menghasilkan lebih dari 546 orang sarjana yang sedang mengabdi di seluruh tanah air. Lembaga Teologi ini kini sedang menyiapkan diri untuk diakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN) dalam 5 tahun yang akan datang.

MISI GEREJA DI TANAH PAPUA: MISI SOSIAL ATAU MISI PENGINJILAN/PENANAMAN JEMAAT BASIS ATAU KEDUA-DUANYA?

Pdt. Dr. Noakh Nawipa

Pendahuluan

Visi dan misi gereja di Tanah Papua dewasa ini harus jelas bagi kita semua. hal ini diangkat karena gereja sebagai organisasi, ia perlu diatur dalam suatu visi dan misi bersama demi merealisasikan pelayanan yang prima bagi semua warga yang menjadi anggotanya. Alkitab berkata: “jika tidak ada visi maka liarlah rakyat....”
Dalam dekade yang lalu, visi dan misi gereja selalu berorientasi kepada penginjilan dan penanaman umat basis (Church Planting). Kini banyak orang berpandangan bahwa misi penginjilan sudah tidak dibutuhkan lagi, karena masa penginjilan sudah berlalu. Dunia sekarang sudah berubah, semua orang sudah diinjili. Tidak ada orang yang perluh diinjili. Penginjilan tidak dibutuhkan lagi. sementara itu dalam beberapa waktu terakhir ini, gereja telah bangkit dalampemahaman bahwa misi gereja itu bukan hanya misi pekabaran injil saja. Tetapi gereja mempunyai misi sosial, misi kemanusiaan juga, sehingga gereja turut serta memikirkan masalah-masalah masyarakat secara umum dan bersama-sama masyarakat telah berusaha menggumuli persoalan-persoalan yang dialami oleh masyarakat secara keseluruhan, khususnya pergumulan dalam masalah-masalah Hak Asasi Manusia, masalah pembangunan, masalah kesehatan, masalah kemiskinan, masalah pendidikan, dll. Misi sosial gereja telah didikte oleh kenyataan atau realitas sosial yang ada dalam masyarakat dan gereja.
Dalam kondisi seperti ini, bagaimana reaksi kita sebagai akademisi yang mengumuli masalah-masalah teologis seperti ini. apakah visi dan misi gereja itu tidak lain dari pada penginjilan, penanaman gereja dan pertumbuhannya? Atau visi dan misi gereja itu berhubungan dengan terwujudnya masyarakat yangadil dan damai di Tanah Papua dengan mengatasi masalah-masalah sosial yang melanda di bumi ini? ataukah visi dan misi gereja itu termasuk semua yang kita permasalahkan? Bagaimana dengan visi dan misi kerajaan Allah?

Misi Penginjilan atau Misi Sosial?

Para misionaris yang hadir sejak tahun 1885 di Tanah Papua bertujuan untuk memberitakan injil kepada semua suku bangsa yang ada di Tanah Papua. Pekabaran injil telah menjadi agenda prioritas dalam pelayanan mereka. Misi mereka adalah misi pekabara injil.
Hampir 70 tahun pertama kegiatan para utusan injil barat itu menjalankan misi penginjilan dan dan berurusan dengan bagaimana menjangkau setiap suku bangsa, baik dipesisir pantai sampai kepegunungan, bagaimana mendirikan jemaat yang baru sebagai suatu kelompok basis, da selanjutnya mereka beruaha bagaimana kelompok basis ini dituntun sehingga menjadi dewasa sebagai manusia yang tetntunya memiliki rupa dan gambar Allah. Manusia yang terdiri atas tubuh, jiwa dan roh dilengkapi dengan kapasitas berpikir, berperasaan dan berkehendak untuk memberikan respons terhadap dunia dan lingkungan dimana mereka berada.
Pertanyaan kita sekarang adalah apakah misi penginjilan masih diperlukan atau isi itu sudah selesai dilaksanakan di Tanah Papua dengan berdirinya kelompok-kelompok gereja baru akibat pekerjaan para misionaris diatas? Kalau dilihat secara jujur, ada tiga kelompok yang memiliki pikiran yang berbeda untuk menjawab pertanyaan di atas.
1. Kelompok pertama beranggapan bahwa misi penginjilan sudah selesai, yang dibutuhkan sekarang adalah misi kemanusiaan, misi sosial gereja. Kelompok ini berpandangan bahwa di Papua tidak ada tempat atau tidak ada orang yang perlu diinjili karena semua orang asli Papua sudah menjadi Kristen. Rupanya kelompok ini berpikir bahwa penginjilan itu sudah dilakukan oleh para misionaris dan kini tugas gereja itu adalah harus berpikir secara khusus untuk mendewasakan orang kriten dan bergumul bersama-sama dengan umat kristen dalam masalah-masalah sosial, politik, ekonomi, hukum, HAM, dsb. Misi penginjilan tidak dibutuhkan lagi zaman sekarang di Tanah Papua.
2. Kelompok kedua berpikir bahwa misi penginjilan belum selesai. Penginjilan adalag tugas panggilan Allah untuk menyelamatkan semua manusia yang belum percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka. Itu adalah amanat Agung Yesus (Mat. 28:19-20). Sampai kapan pun dan dimana pun manusia berada, semua manusia perlu diinjili secara seutuhnya, berita gembira itu harus disampaikan. Itulah sebabnya ada panggilan untuk semua orang di seluruh dunia dan manusia harus mendengar seluruh injil.
3. Kelompok ketiga adalah bahwa misi penginjilan dan misi sosial adalah bagian yang tak terpisahkan dari panggilan gereja di atas bumi milik Tuha ini. ini sama dengan iman yang takdapat dipisahkan dari perbuatan. Ajaran atau dogma gereja yang benar adalah ajaran atau dogma gereja yang relevan dengan realita sosial yang digumuli masyarakat. Kita melakukan kegiatan penginilan untuk menjawab masalah sosial masyarakat yang sedang digumuli, demikian juga kegiatan misi sosial ini adalah sebagai alat dalam usaha kita membawa jiwa kepada Yesus Kristus, Juruselamat dunia.

Misi Penginjilan, Apa dan Mengapa?

Misi penginjilan yang dilakukan oleh para utusan injil harus dilanjutkan oleh gereja dewasa ini. misi gereja memiliki tugas panggilan yang berbeda dan dapat dilakukan dengan pendekatan-pendekatan yang berbeda-beda sesuai dengan konteks sosial budaya yang ada antara lain melalui KKR dan Seminar Doa, penginjilan pribadi, retreat, evangelism explosion, penginjilan lintas budaya, dll.
Kegiatan penginjilan yang dilakukan harus melelui pendekatan dialogis dan terbuka. Misi penginjilan yang benar tidak dilakukan dengan memaksakan kehendaknya dan atau melalui bujukan tertentu secara konfrontatif. Tujuan misi penginjilan adalah untuk membawa setiap orang yang mau membuka diri supaya percaya Yesus Kristus, menerima Dia sebagai Tuhan dan bertumbuh kearah kedewasaan agar menjadi sama dan serupa dengan Dia. Rasul Paulus mengklaim bahwa: “.......injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan semua orang percaya...” (Roma 1:16). Injil itu kabar baik, kabar kesukaan, kabar keselamatan, kabar gembira, kabar pembebasan bagi yang tertindas. Injil itu berita tentang kehidupan baru, kehidupan yang berkelimpahan dan berita kemenangan, berita pengampunan.
Injil itu harus diberitakan untuk semua orang agar setiap orang yang percaya beroleh keselamatan. Semua orang harus mengakui Yesus sebagai Tuhan dan harus percaya akan kebangkitanNya. Rasul Paulus bekata “ sebab jika kamu mengakui dengan mulutmu bahwa Yesus adalah Tuhan dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan” (Roma 10:9). Setiap lidah harus mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan. Tidak ada nama lain, selain dalam nama Yesus kita dapat diselamatkan (Kisah. 4:12). Yesus sendiri berkata: ”Akulah jalan, kebenaran dan hidup...” (Yohanes 14:6). Itulah inti berita injil itu.
Pemeberitaan injil kerajaan Allah adalah bagian dari semua kegiatan pelayanan Injil untuk semua manusia,tanpa terkecuali. Semua orang perlu mengetahui bagamana hidup dalam Yesus, hidup dalam kerajaan Allah. Tuhan Yesus sendiri berdoa: “Datanglah KerajaanMu, Jadilah kehendakMu, dibumi seperti di surga” (Mat.6:10).
Yesus Kristus sebelum Ia naik kesurga, ia memerintahkan kepada murid-muridNya untuk pergi dan memberitakan injil (Mat.28:19-20). Sebagai bukti kataatan itu, murid-muridNya telah mewujudkan tugas panggilan ini sampai keujung-ujung bumi. Sejarah gereja telan memberikan kesaksian tentang tugas penginjilan ini sampai hari ini. pekabaran injil akan terus dilaksanakan sampai Tuhan Yesus datang.

Misi Sosial Gereja

Misi sosial gereja adalah bagian dari misi Allah di bumi. Misi sosial gereja itu dirasa perlu ketika gereja melihat berbagai masalah sosial dalam masyarakat di Tanah Papua. Masalah-masalah sosial tersebut telah mempengaruhi seluruh tatanan masyarakat, sehingga menyebabkan ketidakamanan, kehilangan kedamaian, kemiskinan, kebodohan, keterasingan di negeri sendiri.
Kelompok-kelompok yang ada di dalam masyarakat merasa kehidupan kebersamaannya terancam, ada yang tersingkir, ada pula yang merasa tereksploitasi. Banyak orang melihat adanya ketidakadilan, diskriminasi dan merasa superior dengan suku bangsa lain yang ada disekiranya. Hubungan harmonis antara satu dengan yang lainnya terancam putus akibat konflik-konflik kepentingan, entah itu kepentingan politik, kepentingan ekonomi, kepentingan agama, ataupun kepentingan-kepentingan lainnya.
Situasi seperti ini kita memandang sebagai realita sosial yang berdampak mematikan kedamaian, hidup rukun, penuh kasih dan persudaraan. Hal ini bukan dirasakan hanya oleh masyarakat secara keseluruhan, tetapi juga dialami oleh warga gereja. Gereja terancam hancur dan pecah dengan adanya kepentingan-kepentingan itu. Akhirnya gereja tergoda dalam memperjuangkan kepentingan-kepentingan kelompok tertentu itu dengan memakai kekerasan dan disertai dengan konfrontasi yang berlebihan, tanpa mempertimbangkan visi, misi dan strategi gereja yang sesungguhnya.
Yang harus digumuli oleh gereja dalam persimpangan jalan ini adalah apakah gereja memilih bergabung dengan kelompok-kelompok kepentingan dan bersama memperjuangkan kerinduan mereka dengan memakai kekerasan dan konforntatif, ataukah gereja akan berdiri dan menyatakan panggilannya untuk menjadi saksi bagi kerajaanNya. Dengan mengajak semua yang bertikai untuk menyelesaikan masalah secara damai dan bersedia berdialog secara terbuka untuk mencari solusi yang adil dan menyenangkan semua pihak? Apakah peran gereja dalam kelompok-kelompok yang sedang bertikai karena kepentingan masing-masing?
Dalam situasi seperti ini sebaiknya gereja bertindak sebagai kelompok umat Allah yang menyeruhkan rekonsiliasi, menengahi agar perdamaian terwujud diantara kelompok-kelompok yang sedang bertikai. Sangat keliru dan akan memiliki potensi konflik yang berkepanjangan, ketika gereja masukkedalam salah satu kelompok yang bertikai dan mulai menyerang kalompok lainnya. Disini gereja harus menyediakan solusi yang terbaik, mengajak kedua belah pihak untuk berdialog, berusaha menempatkan diri diantara keduanya, supaya keduanya masih tetap mau mempercayai gereja sebagai penengah yang baik atau mediator yang bisa dapat direkomendasikan oleh kedua belah pihak untuk menyelesaikan masalah secara damai. Pendekatan ini telah dicetuskan dan sudah dipropagandakan oleh gereja-gereja dan agama-agama di Tanah Papua dengan konsep “Papua Tanah Damai”.

Visi Kerajaan Allah

Visi kerajaan Allah adalah visi menyeluruh atas manusia dan segala yang diciptakanNya. Ia tidak membedakan apakah seseorang itu perlu penginjilan atau perlu menyelesaikan masalah-masalah sosial dan lingkungan hidup. Kerajaaan Allah memandang manusia dan segala ciptaanNya secara utuh. Manusia itu tidak bisa dipecah-pecah, dibagi-bagi atau dikelompokkan antara jiwa dan roh, antara jasmani dan rohani, antara pikiran dan perasaan, antara tubuh dan roh. Begitu juga segala ciptaan Allah lainnya.
Yang kita warisi sekarang adalah kita selalu membeda-bedakan antara roh dan jiwa, tubuh dan jiwa, dll yang merupakan falsafah Yunani yang selalu melihat dunia ini dan segala isinya dari pemahaman dikotomi, pemahaman yang membedakan anatara roh dan jiwa, tubuh dan daging,dll.
Bagi kita dan visi kerajaan Allah yang kita terima adalah bahwa manusia itu utuh dan dilayani secara utuh pula untuk menciptakan Papua Tanah Damai, Papua baru, Papua yang aman sejahtera dan hidup berkelimpahan. Tuhan Yesus sendiri berkata: “tetapi carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenaranNya, maka semua itu akan ditambahkan kepadaMu” (Mat.6:33).
Visi kerajaan Allah itu sangat luas dan penuh misteri. Tuhan Yesus telah berkotbah dalam Alkitab tentang visi kerajaan Allah itu. Salah satunya Ia berkata: ”berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah”(Mat.5:9). Ketika damai itu dirasakan oleh umat Tuhan, tanpa ragu-ragu kita katakan bahwa keadilan itu terwujud diantara kita. Apabila keadilan terwujud diantara kita maka dengan sendirinya kasih dan pengampunan telah mengalir diantara kita. Ketika kasih dan pengampunan dialirkan, maka orang Papua terbebas dari segala penindasan dan dosa yang menekannya. Kelepasan atas semua ini terjadi apabila ada penyadaran akan dosa dan usaha membawa pembaharuan hidup dari realitas yang ada.
Musuh kita semua adalah dosa, entah dosa itu bersifat pribadi ataupun dosa yang kita lihat dalam realitas sosial masyarakat di negeri ini. sewaktu kita berbicara tentang Papua Tanah Damai, pada saat itu kita berbicara tentang bagaimana kita berusaha menghadirkan nilai-nilai kerajaan Allah di bumi ini sekaligus bergumul untuk mengusir dosa keangkuhan, kesombongan, ketidakjujuran,dll dalam diri kita.
Papua Tanah Damai adalah visi kerajaan Allah. Damai yang dimaksud berasal dari kata “shalom”, kata inilah yang menjadi akar kata “selamat”, yang berarti tidak mati, atau berpadanan dengan kata hidup. Kata “hidup” berhubungan langsung dengan hidup yang baru, hidup yang damai, hidup yang berkelimpahan. Alkitab katakan: “ Pencuri datang hanya untuk mencuri, membunuh, dan membinasakan; Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yohanes 10:10).

STT Walter Post dan Visi Kerajaan Allah

STT Walter Post sebagai lembaga pendidikan tinggi di bidang Teologi, kita harus berangkat dari pemahaman yang benar tentang kerajaan Allah diatas untuk menyelenggarakan pendidikan teologi dalam rangkah menyiapkan pemimpin-pemimpin umat yang memiliki pengetahuan luas, bermental baja dan mempunyai keterampilan pelayanan yang tinggi. Pemimpin-pemimpin umat harus dilengkapi untuk menghidupi nilai-nilai kerajaan Allah dan melayani dengan kasih. Kata Alkitab: “Jikalau tidak ada pimpinan, jatuhlah bangsa, tetapi jikalau penasehat banyak, keselamatan ada (Amsal 11:14).
Bertolak dari pemahaman ini maka STT Walter Post mempunyai visi untuk melengkapi pemimpin-pemimpin umat yang berwatak melayani sesama manusia sebagai hamba Allah yang memiliki penyerahan diri seutuhnya kepada pimpinan Tuhan sehingga dengan kemampuan yang ada dalam konteks berpikir yang positif dan kritis. Karena itu STT Walter Post menyediakan program studi yang cocok dengan panggilannya.

Program Studi dan Kurikulum STT Walter Post

Program studi di STT Walter Post suda diakui dan telah diberikan ijin penyelenggaraannya. Program studi yang sudah mendapat ijin operasional tersebut adalah programstudi teologi/kependetaan dan Pendidikan Agama Kristen (PAK). Program studi sosiologi agama sudah berjalan beberapa tahun terakhir ini,sehingga dirasa perlu untuk dievaluasi kembali. Dalam evaluasi program studi yang dilaksanakan baru-baru ini, program sosiologi agama akan dicarikan jalan untuk dilebur dalam program studi misiologi, agar para penamatnya mendapatkan ijazah negara setelah mendapat ijin operasional dari kementerian agama RI di Jakarta.
Program studi di STT Walter Post diarakan kepada Pengetahuan Alkitab, Sejarah Gereja, Refleksi Teologis. Tetapi pada waktu yang sama diperlukan pengetahuan sosial, etikadan pengetahuan keterampilan seperti bagaimana berkotbah, bagaimana menulis, mengajar, bagaiamana memimpin dan bagaimana melayani orang bermasalah, bagaimana mengatur keuangan, dll.
Peningkatan pengetahuan, pengembangan mental dan nilai hidup dan pengembangan keterampilan yang diperlukan harus dikuasai mahasiswa STT Walter Post. Kompetensi penguasaan pengetahuan afektif dan skill dalam semua program studi juga sedang dikembangkan. Sehingga para penamat dari STT Walter Post yang sebelumnya mungkin belum memiliki kompetensi-kompetensi tersebut di atas, bisa selesai dengan keterampilan-keterampilan tersebut agar mereka menjadi hamba Tuhan yang profesional dan memiliki integritas diri yang tinggi yang kemudian dapat dipercaya oleh gereja dan masyarakat di Tanah Papua.

Penutup

Tulisan pendek ini disiapkan sebagai pengantar diskusi untuk melihat hakekat dari misi gereja KINGMI di Tanah Papua, apakah misi gereja ini terpanggil khusus untuk misi sosial saja atau misi penginjilan juga, atau kedua-duanya.
Kalau dilihat dari visi kerajaan Allah, pekabaran injil dan pelayanan sosial kamanusiaan adalah misi gereja yang dapat dilakukan sepanjang segala abad tanpa dibeda-bedakan antara misi sosial dan misi penginjilan. Hal ini disimpulkan demikian karena:
1. Realitas adanya dosa dalam semua tingkatan hidup manusia yang telah melanda dan menguasai baik pribadi-pribadi manusia atau pun yang telah merambat dalam tingakatan sosial masyarakat secara luas dalam berbagai kelompok masyarakat yang ada. Kita dipanggil melawan realitas kemiskinan, ketidakadilan, diskriminasi, eksploitasi, pelanggaran HAM dalam masyarakat tetapi juga kita dipanggil melawan diri kita sendiri. Karena musuh yang terbesar di dunia ini adalah diri kita sendiri.
2. Penduduk dunia semakin bertumbuh subur dimana-mana, manusia terus beranak cucu dan tentunya masalah sosial pun akan terus bertambah. Penginjilan sangat diperlukan dalam situasi seperti ini dan juga misi sosial perlu dilaksanakan pada waktu yang sama.
3. Keberadaan berbagai agama dan keyakinan memberikan isyarat kepada kita tentang pentingnya pekabaran injil sekaligus penanganan persoalan sosial masyarakat yang serius.
4. Keadaan politik, ekonomi, dan hukum yang diskriminatif perlu diperhatikan oleh gereja tanpa mengidentifikasikan diri dalam kelompok-kelompok tertentu, kecuali suara gereja kita perdengarkan kepada yang bertikai dengan memihak sepenuhnya kepada kebenaran. Kebenaran itulah yang membebaskan kita semua.
5. Suku-suku terpencil di Tanah Papua dan para pendatang: transmigrasi dan imigran semuanya membutuhkan injil kerajaan Allah. Perlu kita wartakan injil kepada mereka juga supaya mereka dilepaskan dari kuasa maut dan mengalami jamahan kasih Kristus.
6. Peperangan rohani dengan roh-roh jahat, santet, jimat, ilmu hitam, dan kuasa kegelapan lainnya sekaligus kita melawan diri kita sendiri.

Dalam sistuasi seperti sekarang ini di tanah Papua, kita memerlukan kedua-duanya. Realitas dosa manusia telah menyelinap masuk dalam keseluruhan aspek hidup manusia. Dosa sudah merambat dalam diri setiap orang dan setiap orang harus menerima anugerah pengampunan secara pribadi dari Tuhan Yesus Kristus sendiri tetapi pada waktu yang sama kita berjuang melawan kekerasan, ketidakadilan, diskriminasi dan kekuasaan yang membabi buta di Tanah ini. kita harus membangun Papua baru seutuhnya, entah dalam usaha pembebasan diri atau pun pembebasan umat seluruhnya dengan pendekatan tanpa konfrontatif, bebas, adil, jujur, terbuka dan bermartabat.
Kita tidak dilahirkan hanya jiwa saja, tubuh saja atau roh saja. Kita tidak hanya dikasih perasaan saja, tetapi pikiran juga. Kita juga diberi kemampuan untuk menguasai keterampilan tertentu. Kita lahirkan secara utuh dan semuanya perlu mendapat perhatian dari kita. Kita harus menjadi diri kita sendiri. Kita harus menemukan diri kita yang sebenarnya. Sewaktu anda menemukan dirimu yang sebenarnya, pada waktu itu anda menemukan kuasa untuk menguasai dunia ini.


Pustaka:

1. The manila Manifesto dalam buku “Proclaim Christ Until He Comes”. Lausanne II in Manila. International congress on World Evangelization, 1989. Hal. 25, dst
2. Pernyataan bersama para pemimpin agama di Tanah Papua tanggal 15 September 2005 untukmembangun Papua Tanah Damai dalam buku yang diedit oleh J. Budi Hernawan OFM (ed). Papua Land of Peace: Addressing Conflict, Building Peace in West Papua. Sekertariat Keadilan dan perdamaian, keuskupan Jayapura Papua Barat. Halaman, 101,dst