Rabu, 02 Desember 2009

Natal Asrama STT Walter Post Jayapura

Tanggal 1 Desember kemarin mahasiswa STT Walter Post Jayapura yang tinggal di asrama mengadakan natal. “Putra Natal Melukis Kita Dalam Tangan Kasih” menjadi tema dalam perayaan natal tahun ini. Ibadah natal yang dimulai jam 5:00 itu berjalan dengan baik hingga akhir. Pdt.Yusak Pekey, S.Th yang dipercayakan panitia untuk menyampaikan renungan menekankan bahwa Allah yang melukiskan kita dalam telapak tanganNya itu tidak pernah meninggalkan dan mengecewakan kita dalam situasi sesulit apa pun.

Dalam perjalanan kuliah selama semester ini kita tentu banyak mengalami kekurangan, kehilangan, kesakitan, dll. Tapi kasihNya kepada kita melebihi kasih seorang ibu, ujarnya. Seperti seekor raja wali yang melepaskan anaknya dari ketinggian untuk melatih anaknya supaya bisa mandiri dan kuat demikian kasih Allah terhadap kita. Setiap masalah yang kita hadapi adalah proses pembentukan diri kita agar semakin dekat. Ia juga menambahkan bahwa paku yang menembus telapak tangan Kristus juga telah menembus kita, jadi kita menderita, mati dan bangkit bersama Dia. Mengapa? karena kita telah dilukiskan dalam telapak tanganNya. Akhirnya beliau berpesan bahwa bawalah keharuman Kristus dari STT ini kepada semua orang yang akan jumpai dimasa raya natal ini tapi juga selamanya.

Sekedar diketahui bahwa sejak pagi para mahasiswa dan mahasiswi sibuk menyiapkan kayu bakar, batu, daun-daunan dan makanan. Makanan dimasak ala orang gunung, barapen/bakar batu. Suasana kebersamaan dan sukacita natal terlihat jelas diraut para calon gembala dan pendeta ini. Kegiatan berjalan dengan meria karena sesekali diselingi dengan cerita-cerita lucu.

Redaksi Buletin

EKOLOGI DAN PEMBEBASAN: Suatu Paradigma Baru

Leonardo boff tidak hanya dikenal sebagai teolog besar dewasa ini dalam aliran teologi pembebasan, tetapi ia juga adalh seorang pencinta lingkungan. Sesuai dengan semangat spritualitas fransiskanes dalam ordo religiusnya, ia sangat prihatin dengan kerusakan alam dewasa ini sesuai dengan ajaran bapa Fransiskus yang dihayatinya, yakni “memandang dan menyapa semua mahkluk ciptaan sebagai saudara”, sebagaimana terugap dalam mars fransiskan: Gita Sang Surya. Ia melihat bahwa alam disekitar kita sedang dirusakan oleh manusia secara tidak bertanggung jawab, dan akibatnya masa depan manusia dan seluruh ciptaan semakin terancam punah. Keprihatinannya ia tunagkan didalam bukunya yang berjudul: Ecology and Liberation : A New Paradigma yang diterbitkan oleh Orbis Books Maryknoll, New York 10545. Edisi Inggris diterjemahkan oleh John Cumming, dari edisi berbahasa Italia. Sedangkan edisi yang asli adalah dalam bahasa Portugis di Brazil 1993.

Prolog: Suatu Kotbah di Bukit Corcovado.
Corcovado adalah sebuah nama bukit di ria de Janeiro, dimana dibukit itu berdiri kokoh sebuah patung kristus penyelamat. Gaya kotbah Boff menirukan gaya kotbah kristus dibukit yang terterah di dalam Injil (matius 5:3-12). Boff menyampaikan sejumlah ucapan bahagia kepada semua masyarakat di Amerika latin, terutama kaum papa, miskin dan tertindas. Ia memberikan sejumlah harapan dan peneguhan kepada mereka supaya tetap kokoh memperjuangkan realitas hidupnya dalam terang Iman dan Pengharapan sambil mengupayakan usaha-usaha transformasi.

Bagian Pertama: Ekologi; Suatu Paradigma Baru
Menurut boff, ekologi harus terjadi diantara seluruh mahluk ciptaan (apakah sudah mati atau hidup) melalui relasi-relasi, interaksi, dan dialog timbal balik. Ini tidak boleh diartikan hanya relasi dengan alam (natural ecology) saja, melainkan juga dengan kebudayaan dan masyarakat (human ecology, social ecology, dll). Dari sudut pandang ekologi, segala sesuatu bereksistensi, ko-eksistensi. Segala itu ko-eksistensi, pre-eksistensi. Maka segala ciptaan itu menjaring relasi dengan semua. Tak satu pu dapat bereksistensi (berada) di luar relasi-relasi itu. Maka ekologi menyatakan interdependensi (saling ketergantungan) segala yang ada (beings), menyederhanakan semua fugsi hirarkis dan meniadakan apa yang disebut “ hak orang-orang terkuat” (right of the strongest). Segala ciptaan memanifestsikan diri dan memiliki sendiri otonomi relative (relative autonomi), tak sesuatu yang tak berguna dan hal pinggiran (marginal). Semua mahluk ciptaan membangun relasi dalam kosmos yang luas sekali. Seperti orang Kristen berkata bahwa itu semuanya dating dari Allah dan akan kembali kepada Allah.
Ekologi bukanlah urusan suatu kelompok, seperti orang kaya, kelompok-kelompok teologis, dan aktivis lingkungan dan partai politiknya. Persoalan ekologis harus mencapai pada tingkat global, pada tahap kesadaran dunia dan gerakan dunia, dimana terdapat suatu pemahaman universal akan pentingnya keutuhan dunia seluruhnya. Kesejahteraan alam dan umat manusia, interdependensi segala ciptaan, dan sadar akan malapetaka apokaliptik yang mengancam segala ciptaan.


Bagian Kedua: Dari Ekologi Ke Kesadaran Global
Boff berpendapat bahwa persoaln utama yang menghadap kita dewasa ini adalah polusi (polution), ancama-ancaman nuklir dan baktriologi (nulear and bacteririological treats), pemusnahan hutan dan peggundulan (deforestation and desertification), kelaparan dan peledkan penduduk (famine and demographic explosion). Kesmuanya mengarah pada pokok yang penting yakni persoalan ekologis. Pada gilirannya kesadaran itu akan membawa kita pada perkembangan akan suatu budaya baru terutama berdasarkan pada suatu perbaikan akan pandangan tehnologi, politik dan social.
Ia menegaskan bahwa suatu pandangan baru dari setiap aspek ini, sebaiknya dikaitkan dengan kesadaran global (global consciousness). Hanya dengan berbuat demikian, kita mampu menyatakan kegembiraan dan cita kita dalam komunikasinya kepada Allah Bapa dan mama yang ketulusan kasihnya tak terbatas.
Krisis besar dalam gereja dan agama-agama dewasa ini adalah lunturnya hak yang mendasar, yakni tertutupnya sustu pengalaman mendalam akan Allah. Sesungguhnya, beberapa kaum beriman dari pojok-pojok planet bumi ini telah memprotes atas penderitaannya. Mereka sekarang mengikuti suatu jalan baru, yakni berahli kepada pembebasan terhadap budak-budak modern. Mereka sekarang berahli kearah bumi yang baru yang telah dijanjikan kepada mereka yang mengakui, bersama santo Fransiskus dari Asisi dan begitu banyak santo yang lain, sebagai saudara dan saudari untuk mencintai seluruh ciptaan dan segal jalan bagi segala sesuatu.

Epilog: Masyarakat yang Berpengharapan Akan Yesus Kristus
Theolog besar yang dikenal sebagai pencinta dan pembela kaum lemah dan miskin di amerika latin ini, pada epilog dari bukunya membeberkan suatu renungan tentang realitas kaum miskin di dunia pada umumnya dan amerika latin pada khususnya. Dalam renungan itu boff memperlihatkan akibat bagi masyarakat kecil dari tindakan kerusakan ekologi bagi masyarakt amerika latin. Kerusakan lingkungan berdampak negative bagi kehidupan masyarakat. Karena itu ia berdoa bagi yang lemah agar Yesus Kristus pembebas dapat membebaskan mereka dari situasi penderitaan dan ia pun berdoa agar para penguasa dapat dibimbing oleh Allah untuk memperhatikan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keseimbangan ekologi demi keselamatan dan keutuhan segala mahkluk ciptaan.

(Drs. Agus A.Alua, MA, Dosen STFT Fajar Timur Jayapura-Papua)

MENGUAK MISTERI DiSEBERANG GIGA PROYEK MAMBERAMO

Oleh: Dr.Karel Phil Erari

Bagi anak-anak sekolah rakyat (SD) kelas 4-6 di Papua, pada jaman Belanda, sudah diajarkan bahwa sungai Mamberamo adalah amazone asia. Selain karena sungai ini merupakan sungai terbesar di Asia, sungai raksasa itu menyimpan sejuta rahasia alam. Kendati tidak terdapat ikan pemangsa manusia, seperti yang terdapat di Amozone, tetapi yang menjadi kekhasan Mambermo adalah buaya. Buaya berbintang lima yang tidak ada di belahan bumi lainnya, kecuali di Bumi Cenderawasih. Konon, Mamberamo memiliki jutaan kakayaan alam, dari buaya berbintang lima tadi sampai ke jenis anggrek merah yang hanya terdapat di Brazil dan Papua. Tepat 10 tahun yang lalu WWF telah mengusulkan supaya Taman Nasional Mamberamo yang meliputi 1.442.500 ha itu menjadi reservet terbesar kedua di Indonesia.
Di kawasan ternyata terdapat kekayaan biodiversitas yang sangat mengagumkan. Ia mengandung aneka habitat yang belum pernah terusik. Dari jutaan hektar hutan sagu yang terhampar luas disebela selatan Waropen hingga pedalaman wilayah Sarmi dengan kombinasi hutan bakau dan bobo tanaman sejenis enau rawa. Hampir dapat dipastikan bahwa Mamberamo merupakan gudang alternative pangan sagu di abad 21. Kawasan sungai Mamberamo adalah hutan daratan daerah yang bersentuhan dengan zona pegunungan dimana terdapat anak sungai: Indenburg dan Roffair.
Sungai yang berwarna coklat abadi itu, ibarat emas yang tak akan pernah habis ditambang. Ia memiliki kekuatan alam yang memang tak bisa dilawan oleh siapa pun karena bagi masyarakat setempat mamberamo adalah “ sang ibu” yang setia menyediakan makanan bagi anak-anaknya. Mamberamo menyimpan binatang mamalia yang beraneka ragam sejumlah 100 jenis dan 330 jenis burung. Di waktu yang lalu burung-burung tertentu seperti kakatua raja dan nuri menjadi sasaran perburuan pedagang asal BBM ( Buton, Bugis dan Makasar). Begitu larisnya sehingga sejumlah anak-anak SD dilaporkan pernah menjual satu ekor burung cenderawasih kepada guru untuk memperoleh ijazahnya, tanpa harus mengikuti ujian.
Di kawasan yang penuh dengan 12 jenis rotan kualitas ekspor itu, terdapat kangguru dan kuskus yang masih ramah terhadap manusia. Suatu kondisi harmonis antara alam dan manusia seperti ini mengundang banyak pihak untuk menjadikan tempat ini sebagai warisan pusaka dunia.

Pemilik
Mambermo yang dikenal sebagai kawasan yang kaya mineral dan sumber daya alam dengan jenis tambang seperti minyak, emas, tembaga, cobalt, timah, uranium, dll. Itu kini menjadi salah satu target pembagunan KTI. Pada saat kunjungan kanselir Helmut Khol akhir tahun 1996, nama Mamberamo tampil sebagai suatu medan bisnis yang dipertaruhkan antara Indonesia dan Jerman. Berbagai usaha untuk membangun Mamberamo sementara berjalan dan setiap orang ingin membuktikan bahwa Mamberamo dapat menjadi proyek yang menjanjikan serta merta dapat mengangkat status Indonesia bagian timur, sebagai kontributor terbesar dalam pembagunan iptek skala raksasa. Kata orang, bila Natuna menjadi proyek KBI, maka Mamberamo merupakan saudaranya dibelahan timur. Design proyek Mamberamo yang dirancang antara lain oleh Konsorsium Mamberamo, memperlihatkan betapa dahsyatnya pertumbuhan yang bakal terjadi dikawasan yang berbatasan dengan 4 kabupaten Papua itu.
Disebelah timur kawasan ini menjadi wilayah administrative kabupaten Jayawijaya; di selatan ia bersinggungan dengan kabupaten Jayawijaya dan Puncak Jaya, disebalah barat kawasan ini adalah wilayah potensial dari kabupaten Yapen Waropen. Di utara parairan laut menjangkau wilayah kabupaten Biak Numfor. Bilamana pembangunan DAS Mamberamo kelak menjadi suatu kenyataan, maka wilayah ini akan mengalami suatu perubahan yang luar biasa secara fisik.
Menjadi Pertanyaan bagi kita adalah siapakah yang menjadi pemilik proyek raksasa ini. Pertanyaan ini tentu akan dijawab dengan gampang, bahwa pengembangan DAS Mamberamo adalah milik bangsa. Bahkan proyek ini akan serentak mengangkat peranan KTI bagi pembangunan bangsa. Walaupun tak bisa di sangkal bahwa pihak pengelolah akan lebih besar peranannya untuk menentukan nasib giga proyek ini. Rakyat setempat tentu akan menghadapi kehadiran proyek ini dengan sejumlah pertanyaan. Bilamana sungai Mamberamo secara mitologis dihormati sebagai “sebagai ibu kandung” maka sentuhan mesin industri harus memperhitungkan reaksi budaya, bila mana perlakuan atas “ibu kandung” orang mamberomo itu kelak mematikan sumber hidup penduduk. Bilamana hutan-hutan sagu dibabat dan sungai Mamberamo disulap oleh iptek menjadi sumber energi untuk berbagai kawasan industri sambil membiarkan rakyat manjadi penonton, maka bersiap-siaplah kita untuk menghadapi tantangan dari suara budaya setempat.
Orang Mamberamo, baik mereka yang menghuni daratan rendah dengan kultur sagu dan perahu maupun kelompok suku dataran tinggi adalah pemilik sungai Mamberamo. Pihak gereja sudah bertahun-tahun bergumul dengan kondisi sosial budaya serta agama adat penduduk, sangat memahami hubungan rakyat dengan sungai Mamberamo. Dalam era pembangunan yang kan menguras sumber daya alam secara habis-habisan, di mana rakyat yang akan menjadi asing dirumahnya sendiri.
Sinyal-sinyal seperti itu kiranya mengundang kita untuk merencanakan segala rencana pembangunan, kembali diatas kepentingan bangsa. Dan bila itu adalah demi masa depan bangsa Indonesia maka rakyat Mamberamo yang jumlahnya 50 ribu jiwa itu adalah juga bangsa Indonesia. Nasib dan masa depannya ada ditangan kita.

Belajar dari Freeport
Alasan konflik yang terjadi antara suku Amungme Kamoro dengan PT.Freeport Indonesia sejak 1971 hingga sekarang ini telah justru karena Erstberg dan kini Grassberg, adalah kepala sang mama orang Amungme. Kepala sang mama disaksikan telah dirusak, digerogoti dan dibinasakan oleh mesin-mesin raksasa. Rakyat yang sejak semula merasa hak-hak adatnya dimanipulasi oleh orang-orang luar, bangkit dan melakukan “perang budaya”. Perang yang intinya menuntut penghormatan terhadap budaya orang Amungme yang sementara dimatikan secara sistematis dan berkelanjutan oleh PT.Freeport. Dari studi antropologis yang dilakukan saya temui bahwa selama konflik Amungme Freeport dijawab diluar mekanisme budaya dan suara rakyat maka solusi apapun tak bisa mengakhiri konflik tersebut.
Perang budaya ini akan tetap berlanjut, sampai semua pihak harus mengakui bahwa orang Amungme dan Kamoro adalah pemiliki tetap tanah pertambangan, dan perusahaan harus dapat menjawab pertanyaan budaya orang Amungme. Bagaimana mengembalikan kehidupam bagi mama kandung yang bagi mereka sudah diperkosa. Pengalaman pahit yang terjadi dikawasan pengunungan tengah itu kembali diuji di suatu kawasan baru. Akankah pihak pengelola DAS Mamberamo belajar dari PT.Freeport, bahwa rakyat tak bisa dipandang sebagai pihak yang tak berhak dan tak punya hak lagi, segera setelah “suatu izin dan kontark kerja” ditandatangani. Sadaralah kita bahwa secara antropologis dan budaya Melanesia, seluruh tanah di Papua adalah pemilik suku-suku yang mendiami wialyah itu. Tidak ada no man’s land di Papua. Karena setiap gunung, lembah, danau dan sungai mempunyai hubungan spiritual dengan manusia sekitarnya. Orang Baudi di dataran Mamberamo dan kelompok suku yang mendiami DAS Mamberamo terikat secara spiritual dengan sungai Mamberamo. Ibarat makna sungai Nil di Mesir yang merupakan representasi dewi kesuburan bangsa Mesir.
Pengunaan UUD 45 pasal 33 tentang seluruh kekayaan adalah dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kepentingan bangsa, harus ditafsirkan juga dari sudut kepentingan rakyat setempat yang adalah juga bangsa Indonesia. Sudah waktunya kita butuhkan suatu pendekatan regional dan pendekatan kontekstual dalam menafsirkan makna pasal 33 diatas. Karena justru jika kepentingan lokal yang semakin besar diberikan, akan memperkuat kepentingan seluruh bangsa. Penafsiran yang berat sebelah selama ini, sebetulnya menjadi sebab musabab mengapa Jakarta semakin terang benderang, dan macet total di bidang lalu lintas jalan raya, sementara daerah-daerah periferi republik ini semakin tertinggal. Dengan jalan-jalan yang rusak berat serta fasilitas perhubungan lainnya yang memprihatinkan.

Peran Gereja
Penduduk dikawasan ini hampir 90% hidup dalam asuhan Gereja antara lain Greja Kristen Injili Papua. Ikatan batin dan pertautan rohani yang sudah bertahun-tahun itu merupakan suatu fenomena khusus. Bahwa setiap bentuk pembangunan yang mengingkari peranan gereja akan mengalami kendala yang serius. Rakyat yang memiliki kepekaan yang mendalam secara rohani itu, akan mempertanyakan peranan gereja dalam pembangunan lingkungannya. Gereja tak bisa dipandang sebagai apendiks dari suatu perencanaan pembangunan. Suara gereja adalah suara budaya setempat. Kehadiran pihak luar dengan kayakinan iman yang berbeda pasti akan diterima sebagai saudara, asalkan tidak mengusik kepercayaan adat dan iman nasraninya.
Dengan menitik-beratkan peranan gereja ini, kita sekaligus diajak untuk melakukan refleksi secara sungguh-sungguh bahwa pembangunan apa pun yang tidak memperhitungkan peranan agama akan gagal, apalagi jika norma ekonomi menjadi satu-satunya standar pengambilan keputusan.

Diambil oleh redaksi blog ini dari Buletin Deiyai No.4/Thn.II/Maret-April/1997. hal.9-12.