(Sebuah Ringkasan)
Marthen Luther adalah anak seorang petani. Ayahnya bernama Hans Luther dan ibunya Margaretha Lindemann. Marthen lahir pada 10 November 1483 menjelang tengah malam di Longestrasse tempat dimana mereka tinggal. Keesokan harinya, Ia dipabtis di gereja Petrus. Dalam usianya yang masih enam bulan orang tuanya membawa dia pindah ke Mansjeld.
Ketika ia berumur 7 tahun, ayahnya membawa dia ke sekolah. Ia tidak menikmati pendidikan dengan baik sebab guru-gurunya tidak mengajar dengan baik sementara itu hukuman yang mereka dapatkan sangat keras. Marthen yang kecil itu pernah dipukul gurunya 15 kali. Walaupun demikian pengalaman yang buruk itu diterimanya, karena baginya dibalik pengalaman itu ada hal indah yang disiapkan Tuhan bagi dia. Makanya ia pernah berkata bahwa “disamping tongkat pemukul ada terletak buah apel”. Kenangan terindah dimasa sekolahnya adalah ia sering digendong oleh salah seorang sahabatnya yang lebih tua ke sekolah karena jalanan penuh dengan lumpur. Ucapan terima kasih ia sampaikan saat ia berusia 50 tahun. Ia mengadiahkan sebuah Alkitab yang didalamnya tertulis “kepada Nikolas Vanler sahabat lama saya yang baik, yang telah sering mendukung saya pulang pergi sekolah”. Sahabatnya itu belakangan menjadi iparnya.
Marthen masuk kuliah pada tahun 1501 di sebuah universitas di kota Erfurt Jerman. Ia mengambil jurusan hukum. Universitas itu cukup maju pada samannya, sehingga setiap tahunnya sekitar 400 mahasiswa mendaftarkan diri.
Biara adalah tempat studi dia yang lainnya. Ia sangat senang mengikuti kuliah-kuliah disana. Suatau ketika ia mengambil cuti dan pulang ke orang tuanya selama sepuluh hari di Mansfeld. Sepulang dari orang tuanya, kepala biara menyuruhnya ke Roma untuk mengajar pada univeritas yang baru dibuka disana pada fakultas Artes. Setelah 5 bulan disana ia kembali lalu merencanakan masa depan hidupnya. Saat ia merencanakan masa depannya itulah, ia mengucapkan janji bahwa ia akan membela kebenaran Firman Allah melalui tulisan dan kata sepanjang hidupnya.
Suatu hari, Marthen memandang pekarangan di biara itu di mana di salah satu sudutnya berdiri pohon Peer. Tiba-tiba ia teringat kepada Staupitz bekas gurunya yang selalu menguatkan dan menghibur dirinya dengan kata-kata “nantikanlah Allah, Ia akan menolongmu”. Di bawah pohon itulah ia selalu mencurahkan isi hatinya kepada gurunya itu.
Pada tanggal 27 Juni 1519 perdebatan antara Luther dan Eck dimulai. Pada 14 Juli ia tampil menyatakan dalil-dalilnya. Seorang saksi mata mengatakan bahwa Eck lebih menyerupai seorang tukang daging sebaliknya Luther adalah seorang ahli teologia. Marthe seorang kurus karena berbagai kesukaran dan studinya. Perdebatan anatar keduanya berlangsung selama 10 hari. Pokok utama perdebatan mereka tentang “Primat Paus”, intinya tafsiran dari Matius 16:18. Menurut Eck yang dimaksud dengan “batu karang” dalam teks itu adalah Kristus sendiri, ia akan mendirikan jemaatnya yakni Petrus dan semua pengantinya. Sementara menurut Luther itu adalah pengakuan iman yang diucapkan Petrus atas dirinya sendiri.
Perdebatan-perdebatan selanjutnya menyangkut kekuasaan Paus dan keputusan-keputusan konsili. Luther tetap pada pendiriannya bahwa dalam urusan iman, kitab sucilah yang berkuasa. Baik Paus maupun konsili tidak bisa bertindak sebagai pemeberi keputusan terakhir, sebab setiap orang boleh naik banding kepada pernyataan Allah dalam Alkitab.
Tulisannya yang Penting
Pada tahun 1520 Luther menulis tiga hal yang penting dari seluruh karya hidupnya. Tulisan itu berjudul “Kepada kaum bangsawan Kristen bangsa Jerman, tentang perbaikan masyarakat Kristen”. Isinya ia berbicara tentang bahaya yang ditimbulkan dari kekuasaan tertinggi Paus dan tentang kesukaran-kesukaran rakyat Jerman, baik secara kemasyarakatan maupun secara kerohanian.
Tiga tembok telah didirikan oleh ahli-ahli politik gereja Roma, Yakni:
1. Pernyataan mereka bahwa kekuasaa gerejani adalah diatas kekuasaan duniawi, juga dalam soal-soal kemasyarakatan
2. Pendapat bahwa hanya Paus saja yang dapat menafirkan kitab suci
3. Anggapan bahwa hanya Paus saja yang mempuyai hak untuk memanggil berkumpul untuk satu konsili.
Tembok-tembok itu telah diruntuhkan oleh marthen Luther. Ia mengajak Kaisar dan raja-raja untuk berjuang, sebab mereka sebagai anggota-anggota gereja, berdasarkan imamat orang-orang percaya, berhak menangani hal pembaharuan gereja. Dia dengan jelas menunjukan dalam hal-hal mana perlu diadakan perubahan. Seruhannya, jika rakyat Kristen Jerman hendak menuju kepada suatu kehidupan yang bebas dan bahagia perhatikan bahwa hampir tidak masuk diakal, bagaimana seorang yang sebenarnya sedikit bergerak dalam kehidupan umum, sekonyong-konyong mempunyai pandangan yang begitu tajam dan hampir menyeluruh dengan persoalan-persoalan rakyat dalam terang injil. Tetapi di awal tulisannya yang kuat dan berkiblat politik ini ada azas teologi dan religious yang merupakan taruhan perjuangannya. Menurutnya, semua orang Kristen adalah sungguh-sungguh anggota dari kaum rohani awam. Tidak ada golongan tersendiri, tidak ada imam-imam yang mempunyai hak-hak istimewa yang tertentu dalam gereja dan masyarakat.
Seorang Paus dan Uskup tidak lebih kedudukannya dengan imam yang paling rendah dan ia tidak lebih kedudukannya dari seorang Kristen sederhana, sekalipun itu perempuan dan anak-anak. Sebab jabatana pemberitaan rahmat itu diserahkan kepada semua orang percaya. Seorang pemberita injil melakukan jabatan ini sebagai wakil; tetapi itu dilakukan berdasarkan imamat orang-orang percaya.
Luther juga memprotes anggapan-anggapan Roma mengenai sakramen-sakramen dan menunjukan bahwa tidak ada tujuh sakramen seperti yang diajarkan gereja Roma saat itu. ia berkata bahwa sakramen yang ada hanya sakramen Baptisan dan Perjamuan Kudus. Pengakuan dosa-dosa sebenarnya tidak dapat digolongkan ke dalam sakramen-sakramen karena padanya tidak ada tanda yang kelihatan yang diberikan Allah. Menurutnya, ketujuh sakramen dari gereja Roma itu adalah tujuh mata rantai dari suatu rantai yang dipakai Paus untuk menawan hidup orang-orang percaya dari lahir sampai ke liang kubur.
Pada tahun 1520 ia menulis sebuah buku yang termasyur berjudul “Kebebasan Seorang Kristen”. Tulisannya ini bertitik tolak dari I Korintus 9:19. Thema amanat yang disampaikanya kepada dunia beriktisar dalam dua perkataan: Iman dan Cinta Kasih.
Akhirnya, ada perkataan menarik yang pernah disampaikannya yakni “kalau saya marah, saya paling kuat. Darah saya menjadi segar dan paham saya dipertajam”.
by Naftali Edoway
"AMOLE"
JURNAL TEOLOGI DAN PRAKSIS, STT WALTER POST JAYAPURA
Minggu, 29 Mei 2011
RIWAYAT HIDUP MARTHEN LUTHER
Label:
Tokoh
Blog ini hadir sebagai wahana informasi seputar kegiatan kampus serta artikel para dosen. Disini anda juga akan membaca pikiran dari orang-orang besar asli Papua Barat
Rabu, 15 September 2010
Mengapa Allah Menguji Kita
Mengapa Allah Menguji Kita Sebagai Orang Percaya? demikian tema dari renungan yang disampaikan oleh Edy Kalami, SH pada ibadah chapel STT-WP. Renungan diambil dari Kitab Kejadian 22:1-19.
Berbicara tentang ujian banyak orang tidak suka/tidak senang menerimanya. Kadang manusia banyak bersungut-sungut dan menyalahkan Tuhan. Mereka berkata: Ah! Kenapa ini harus terjadi pada diriku? Tuhan Engkau tidak sayang saya kah?,dll. Dalam kisah ini Abraham yang diuji oleh Allah untuk mempersembahkan anak tunggalnya ishak, tidak demikian. Ia justru bertindak mematuhi apa yang diperintahkan Tuhan Allah.
Ada tiga hal penting yang dikemukakannya. Tiga hal itu berhubungan dengan I Korintus 13:13, yakni:
1. Ujian dari Tuhan terhadap Iman Abraham (ayat 1-6)
Jika kita menyimak ayat-ayat itu, kita akan menemukan bahwa Abraham yakin bahwa apa yang yang tidak pernah ia harapkan dan sesuatu yang tidak pernah ia lihat pasti akan dinyatakan Tuhan. Itulah sebabnya ketika Allah berfirman ia tidak berdalih, ia justru patuh melaksanakan apa yang Tuhan Allah perintahkan.
2. Ujian Terhadap Kasih (ayat 7-10)
Pada kesempatan ini Abraham diperhadapkan pada suatu dilema, siapa yang harus ia kasihi. Apakah mengashi Allah atau Ishak anak tunggalnya. Atau apakah ia mengasihi berkat Allah atau Sumber berkat. Tapi kita tahu bahwa keputusan terakhirnya adalah mengasihi Sumber Berkat (Tuhan) itu sendiri. Keputusan yang luar biasa, yang mungkin bagi kita hari ini susah untuk menjalaninya.
3. Ujian Terhadap Pengharapan (ayat 11-19)
Saat Abraham dibawah keluar dari tanah Urkasdim Allah telah berjanji akan memberikan tanah yang penuh air susu dan madu serta memberikan keturunan baginya seperti bintang dilangit dan pasir dilaut. Abraham punya keyakinan akan hal ini, bahwa Allah yang telah memanggil dia tidak mungkin menipunya. Secara manusia bisa saja muncul pikiran bahwa Allah sudah janji berikan keturunan yang banyak, sekarang anak semata wayang disuruh persembahkan untuk Tuhan Allah, lalu mungkinkah janji Tuhan akan digenapi tanpa punya keturunan. Apalagi usia Abraham pada saat itu sangat tua. Dalam ujian ini pun Abraham tidak menyalahkan Tuhan, ia justru berpengharapan bahwa janjiNya pasti akan digenapi.
Mengapa Allah menguji kita? tentu kita tahu bahwa ia sangat mengasihi kita. Karena saking cintaNya buat kita Ia menguji kita hanya untuk melihat kemurnian kesetiaan kita padaNya.
Pertanyaannya adalah apakah sikap kita saat menghadapi situasi yang sama? Apakah kita akan mengikuti jejak Abraham atau menyalahkan Tuhan Allah. Bagi kita, yang harus dilakukan adalah memperbanyak waktu doa kita agar saat badai ujian datang kita mampu menghadapinya, tanpa sungut dan menyalahkan Tuhan.
Naldo
Berbicara tentang ujian banyak orang tidak suka/tidak senang menerimanya. Kadang manusia banyak bersungut-sungut dan menyalahkan Tuhan. Mereka berkata: Ah! Kenapa ini harus terjadi pada diriku? Tuhan Engkau tidak sayang saya kah?,dll. Dalam kisah ini Abraham yang diuji oleh Allah untuk mempersembahkan anak tunggalnya ishak, tidak demikian. Ia justru bertindak mematuhi apa yang diperintahkan Tuhan Allah.
Ada tiga hal penting yang dikemukakannya. Tiga hal itu berhubungan dengan I Korintus 13:13, yakni:
1. Ujian dari Tuhan terhadap Iman Abraham (ayat 1-6)
Jika kita menyimak ayat-ayat itu, kita akan menemukan bahwa Abraham yakin bahwa apa yang yang tidak pernah ia harapkan dan sesuatu yang tidak pernah ia lihat pasti akan dinyatakan Tuhan. Itulah sebabnya ketika Allah berfirman ia tidak berdalih, ia justru patuh melaksanakan apa yang Tuhan Allah perintahkan.
2. Ujian Terhadap Kasih (ayat 7-10)
Pada kesempatan ini Abraham diperhadapkan pada suatu dilema, siapa yang harus ia kasihi. Apakah mengashi Allah atau Ishak anak tunggalnya. Atau apakah ia mengasihi berkat Allah atau Sumber berkat. Tapi kita tahu bahwa keputusan terakhirnya adalah mengasihi Sumber Berkat (Tuhan) itu sendiri. Keputusan yang luar biasa, yang mungkin bagi kita hari ini susah untuk menjalaninya.
3. Ujian Terhadap Pengharapan (ayat 11-19)
Saat Abraham dibawah keluar dari tanah Urkasdim Allah telah berjanji akan memberikan tanah yang penuh air susu dan madu serta memberikan keturunan baginya seperti bintang dilangit dan pasir dilaut. Abraham punya keyakinan akan hal ini, bahwa Allah yang telah memanggil dia tidak mungkin menipunya. Secara manusia bisa saja muncul pikiran bahwa Allah sudah janji berikan keturunan yang banyak, sekarang anak semata wayang disuruh persembahkan untuk Tuhan Allah, lalu mungkinkah janji Tuhan akan digenapi tanpa punya keturunan. Apalagi usia Abraham pada saat itu sangat tua. Dalam ujian ini pun Abraham tidak menyalahkan Tuhan, ia justru berpengharapan bahwa janjiNya pasti akan digenapi.
Mengapa Allah menguji kita? tentu kita tahu bahwa ia sangat mengasihi kita. Karena saking cintaNya buat kita Ia menguji kita hanya untuk melihat kemurnian kesetiaan kita padaNya.
Pertanyaannya adalah apakah sikap kita saat menghadapi situasi yang sama? Apakah kita akan mengikuti jejak Abraham atau menyalahkan Tuhan Allah. Bagi kita, yang harus dilakukan adalah memperbanyak waktu doa kita agar saat badai ujian datang kita mampu menghadapinya, tanpa sungut dan menyalahkan Tuhan.
Naldo
Label:
Khotbah
Blog ini hadir sebagai wahana informasi seputar kegiatan kampus serta artikel para dosen. Disini anda juga akan membaca pikiran dari orang-orang besar asli Papua Barat
Rabu, 08 September 2010
MERENTES JALAN MENUJU STT WALTER POST YANG KUAT DAN MANDIRI
Sekolah Tinggi Teologi Walter Post Jayapura berdiri pada tahun 1986 sebagai salah satu Perguruan Tinggi Teologi di Tanah Papua yang berjasa menyediakan para pengerja gereja dan masyarakat untuk melayani di seluruh nusantara. Pada tahun itu STT Jaffray Ujung Pandang membuka program baru yang dikenal dengan Program Kuliah Jarak Jauh (PKJJ) untuk memperluas jangkauan pelayanannya ke kota-kota sekitar Ujung Pandang dan ke pulau-pulau lain di Indonesia. Program kuliah ini disambut baik dan dimanfaatkan oleh Pimpinan gereja Kemah Injil Irian Jaya pada waktu itu. Kebetulan pada saat itu Pdt. Yosia Tebay, S.Th sebagai Ketua Sinode sedang bergumul untuk menghadirkan Sekolah Tinggi Teologi di Papua dalam rangka memenuhi kebutuhan pengkaderan tenaga pengerja gereja. Langkah pertama yang ditempuh adalah menyelengarakan Kuliah Jarak Jauh tadi di kota Jayapura. Kebutuhan lembaga pendidikan tinggi di bidang teologi itu kemudian dibicarakan dalam Konferensi Gereja Kemah Injil di Pyramid yang berangsung dari 12-17 September 1986. Keputusan yang diambil adalah memulai suatu Sekolah Tinggi Teologi untuk Wilayah Irian Jaya yang kemudian diberi nama STT Walter Post Jayapura, disingkat STT-WPJ.
Bulan April tahun 1987, Pdt.Benny Giay yang tadinya adalah dosen STT Jafray Ujung Pandang, mengambil beban untuk merealisasikan apa yang telah disepakati pada Konferensi Pyramid tersebut dengan bermodalkan semangat dan iman kepada janji Tuhan “.....Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman (Matius 28:20)”. Pada saat STT WPJ ini dibuka, ia hanya mempunyai satu orang dosen tetap dan tiga orang dosen tidak tetap serta dua orang pegawai. Setahun kemudian dosen tetap bertambah menjadi tiga orang. Demikianlah tahun demi tahun tenaga dosen terus bertambah sehingga tahun ajaran 2007/2008, STT WPJ mempunyai 12 orang dosen tetap dan 25 orang dosen tidak tetap, 5 orang pegawai kantor serta 2 orang pegawai perpustakaan. Lembaga ini sedang menjalankan diploma III (D3) Teologi dan Pendidikan Agama Kristen serta startum satu (S1) Teologi/Kependetaan dan Pendidikan Agama Kristen. Selain itu STT Walter Post juga menyediakan kesempatan belajar bagi masyarakat dengan progaram studi Gereja Masyarakat (Sosiologi Agama) dan Pendidikan Kristen untuk stratum dua (S2) serta program stratum tiga (S3) Sejarah Gereja dan Budaya Papua sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Pengalaman petualangan STT WPJ selama 23 tahun ini juga mempunyai cerita tersendiri. STT Walter Post Jayapura memulai proses belajar mengajar pada tahun pertama dengan menggunakan gedung ibadah jemaat Baithesda Abepura. Dalam tahun 1988 STT WPJ pindah dan menggunakan kompleks STA Ruland Lessnusa di Abepura karena sekolah tersebut pindah ke Puspigra Kampung Harapan. Tiga tahun kemudian, tepatnya tahun 1991, STT Walter Post Jayapura pindah lagi ke Puspigra Kampung Harapan yang nantinya telah dijadikan kampus dua bagi STT Walter Post Jayapura. Dan sejak tahun ajaran 1999/2000, STT WPJ menempati kompleks milik sendiri di Pos 7 Sentani, Kabupaten Jayapura sebagai kampus utama yang dihibahkan oleh The Christian Missionary Alliance (CMA) pada tahun 2003.
STT Walter Post Jayapura kini telah menjadi salah satu Sekolah Tinggi Teologi di Tanah Papua yang telah memiliki Keputusan Menteri Republik Indonesia Nomor 358 Tahun 1999 tentang Pemberian Status Terdaftar Program Stratum Satu (S1) yang ditetapkan pada tanggal 22 Juli 1999. Dengan keputusan itu kemudian mengantarkan Perguruan Tinggi Teologi ini dalam suatu keputusan baru Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakt Kristen Departemen Agama RI tentang Pemberian Status DIAKUI untuk program Startum Satu (S1) Jurusan Teologi/Kependetaan pada Sekolah Tinggi Teologi Walter Post Jayapura Papua dengan Nomor : DJ.III.Kep/HK.00.5/7/253/2007, yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 Januari 2007. Dengan demikian lembaga ini meletakan dasar hukum yang jelas untuk mewujudkan visi dan misi STT Walter Post Jayapura yakni STT WP hadir dengan visi bagi Kerajaan Allah dan misinya untuk menyebarluaskan nilai-nilai Injil Kerajaan Allah itu kepada suku, bangsa dan bahasa.
Dengan anugerah Tuhan, STT Walter Post Jayapura sudah genap berusia 23 Tahun dan telah menghasilkan lebih dari 546 orang sarjana yang sedang mengabdi di seluruh tanah air. Lembaga Teologi ini kini sedang menyiapkan diri untuk diakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN) dalam 5 tahun yang akan datang.
Bulan April tahun 1987, Pdt.Benny Giay yang tadinya adalah dosen STT Jafray Ujung Pandang, mengambil beban untuk merealisasikan apa yang telah disepakati pada Konferensi Pyramid tersebut dengan bermodalkan semangat dan iman kepada janji Tuhan “.....Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman (Matius 28:20)”. Pada saat STT WPJ ini dibuka, ia hanya mempunyai satu orang dosen tetap dan tiga orang dosen tidak tetap serta dua orang pegawai. Setahun kemudian dosen tetap bertambah menjadi tiga orang. Demikianlah tahun demi tahun tenaga dosen terus bertambah sehingga tahun ajaran 2007/2008, STT WPJ mempunyai 12 orang dosen tetap dan 25 orang dosen tidak tetap, 5 orang pegawai kantor serta 2 orang pegawai perpustakaan. Lembaga ini sedang menjalankan diploma III (D3) Teologi dan Pendidikan Agama Kristen serta startum satu (S1) Teologi/Kependetaan dan Pendidikan Agama Kristen. Selain itu STT Walter Post juga menyediakan kesempatan belajar bagi masyarakat dengan progaram studi Gereja Masyarakat (Sosiologi Agama) dan Pendidikan Kristen untuk stratum dua (S2) serta program stratum tiga (S3) Sejarah Gereja dan Budaya Papua sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Pengalaman petualangan STT WPJ selama 23 tahun ini juga mempunyai cerita tersendiri. STT Walter Post Jayapura memulai proses belajar mengajar pada tahun pertama dengan menggunakan gedung ibadah jemaat Baithesda Abepura. Dalam tahun 1988 STT WPJ pindah dan menggunakan kompleks STA Ruland Lessnusa di Abepura karena sekolah tersebut pindah ke Puspigra Kampung Harapan. Tiga tahun kemudian, tepatnya tahun 1991, STT Walter Post Jayapura pindah lagi ke Puspigra Kampung Harapan yang nantinya telah dijadikan kampus dua bagi STT Walter Post Jayapura. Dan sejak tahun ajaran 1999/2000, STT WPJ menempati kompleks milik sendiri di Pos 7 Sentani, Kabupaten Jayapura sebagai kampus utama yang dihibahkan oleh The Christian Missionary Alliance (CMA) pada tahun 2003.
STT Walter Post Jayapura kini telah menjadi salah satu Sekolah Tinggi Teologi di Tanah Papua yang telah memiliki Keputusan Menteri Republik Indonesia Nomor 358 Tahun 1999 tentang Pemberian Status Terdaftar Program Stratum Satu (S1) yang ditetapkan pada tanggal 22 Juli 1999. Dengan keputusan itu kemudian mengantarkan Perguruan Tinggi Teologi ini dalam suatu keputusan baru Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakt Kristen Departemen Agama RI tentang Pemberian Status DIAKUI untuk program Startum Satu (S1) Jurusan Teologi/Kependetaan pada Sekolah Tinggi Teologi Walter Post Jayapura Papua dengan Nomor : DJ.III.Kep/HK.00.5/7/253/2007, yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 Januari 2007. Dengan demikian lembaga ini meletakan dasar hukum yang jelas untuk mewujudkan visi dan misi STT Walter Post Jayapura yakni STT WP hadir dengan visi bagi Kerajaan Allah dan misinya untuk menyebarluaskan nilai-nilai Injil Kerajaan Allah itu kepada suku, bangsa dan bahasa.
Dengan anugerah Tuhan, STT Walter Post Jayapura sudah genap berusia 23 Tahun dan telah menghasilkan lebih dari 546 orang sarjana yang sedang mengabdi di seluruh tanah air. Lembaga Teologi ini kini sedang menyiapkan diri untuk diakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN) dalam 5 tahun yang akan datang.
Label:
Info
Blog ini hadir sebagai wahana informasi seputar kegiatan kampus serta artikel para dosen. Disini anda juga akan membaca pikiran dari orang-orang besar asli Papua Barat
MISI GEREJA DI TANAH PAPUA: MISI SOSIAL ATAU MISI PENGINJILAN/PENANAMAN JEMAAT BASIS ATAU KEDUA-DUANYA?
Pdt. Dr. Noakh Nawipa
Pendahuluan
Visi dan misi gereja di Tanah Papua dewasa ini harus jelas bagi kita semua. hal ini diangkat karena gereja sebagai organisasi, ia perlu diatur dalam suatu visi dan misi bersama demi merealisasikan pelayanan yang prima bagi semua warga yang menjadi anggotanya. Alkitab berkata: “jika tidak ada visi maka liarlah rakyat....”
Dalam dekade yang lalu, visi dan misi gereja selalu berorientasi kepada penginjilan dan penanaman umat basis (Church Planting). Kini banyak orang berpandangan bahwa misi penginjilan sudah tidak dibutuhkan lagi, karena masa penginjilan sudah berlalu. Dunia sekarang sudah berubah, semua orang sudah diinjili. Tidak ada orang yang perluh diinjili. Penginjilan tidak dibutuhkan lagi. sementara itu dalam beberapa waktu terakhir ini, gereja telah bangkit dalampemahaman bahwa misi gereja itu bukan hanya misi pekabaran injil saja. Tetapi gereja mempunyai misi sosial, misi kemanusiaan juga, sehingga gereja turut serta memikirkan masalah-masalah masyarakat secara umum dan bersama-sama masyarakat telah berusaha menggumuli persoalan-persoalan yang dialami oleh masyarakat secara keseluruhan, khususnya pergumulan dalam masalah-masalah Hak Asasi Manusia, masalah pembangunan, masalah kesehatan, masalah kemiskinan, masalah pendidikan, dll. Misi sosial gereja telah didikte oleh kenyataan atau realitas sosial yang ada dalam masyarakat dan gereja.
Dalam kondisi seperti ini, bagaimana reaksi kita sebagai akademisi yang mengumuli masalah-masalah teologis seperti ini. apakah visi dan misi gereja itu tidak lain dari pada penginjilan, penanaman gereja dan pertumbuhannya? Atau visi dan misi gereja itu berhubungan dengan terwujudnya masyarakat yangadil dan damai di Tanah Papua dengan mengatasi masalah-masalah sosial yang melanda di bumi ini? ataukah visi dan misi gereja itu termasuk semua yang kita permasalahkan? Bagaimana dengan visi dan misi kerajaan Allah?
Misi Penginjilan atau Misi Sosial?
Para misionaris yang hadir sejak tahun 1885 di Tanah Papua bertujuan untuk memberitakan injil kepada semua suku bangsa yang ada di Tanah Papua. Pekabaran injil telah menjadi agenda prioritas dalam pelayanan mereka. Misi mereka adalah misi pekabara injil.
Hampir 70 tahun pertama kegiatan para utusan injil barat itu menjalankan misi penginjilan dan dan berurusan dengan bagaimana menjangkau setiap suku bangsa, baik dipesisir pantai sampai kepegunungan, bagaimana mendirikan jemaat yang baru sebagai suatu kelompok basis, da selanjutnya mereka beruaha bagaimana kelompok basis ini dituntun sehingga menjadi dewasa sebagai manusia yang tetntunya memiliki rupa dan gambar Allah. Manusia yang terdiri atas tubuh, jiwa dan roh dilengkapi dengan kapasitas berpikir, berperasaan dan berkehendak untuk memberikan respons terhadap dunia dan lingkungan dimana mereka berada.
Pertanyaan kita sekarang adalah apakah misi penginjilan masih diperlukan atau isi itu sudah selesai dilaksanakan di Tanah Papua dengan berdirinya kelompok-kelompok gereja baru akibat pekerjaan para misionaris diatas? Kalau dilihat secara jujur, ada tiga kelompok yang memiliki pikiran yang berbeda untuk menjawab pertanyaan di atas.
1. Kelompok pertama beranggapan bahwa misi penginjilan sudah selesai, yang dibutuhkan sekarang adalah misi kemanusiaan, misi sosial gereja. Kelompok ini berpandangan bahwa di Papua tidak ada tempat atau tidak ada orang yang perlu diinjili karena semua orang asli Papua sudah menjadi Kristen. Rupanya kelompok ini berpikir bahwa penginjilan itu sudah dilakukan oleh para misionaris dan kini tugas gereja itu adalah harus berpikir secara khusus untuk mendewasakan orang kriten dan bergumul bersama-sama dengan umat kristen dalam masalah-masalah sosial, politik, ekonomi, hukum, HAM, dsb. Misi penginjilan tidak dibutuhkan lagi zaman sekarang di Tanah Papua.
2. Kelompok kedua berpikir bahwa misi penginjilan belum selesai. Penginjilan adalag tugas panggilan Allah untuk menyelamatkan semua manusia yang belum percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka. Itu adalah amanat Agung Yesus (Mat. 28:19-20). Sampai kapan pun dan dimana pun manusia berada, semua manusia perlu diinjili secara seutuhnya, berita gembira itu harus disampaikan. Itulah sebabnya ada panggilan untuk semua orang di seluruh dunia dan manusia harus mendengar seluruh injil.
3. Kelompok ketiga adalah bahwa misi penginjilan dan misi sosial adalah bagian yang tak terpisahkan dari panggilan gereja di atas bumi milik Tuha ini. ini sama dengan iman yang takdapat dipisahkan dari perbuatan. Ajaran atau dogma gereja yang benar adalah ajaran atau dogma gereja yang relevan dengan realita sosial yang digumuli masyarakat. Kita melakukan kegiatan penginilan untuk menjawab masalah sosial masyarakat yang sedang digumuli, demikian juga kegiatan misi sosial ini adalah sebagai alat dalam usaha kita membawa jiwa kepada Yesus Kristus, Juruselamat dunia.
Misi Penginjilan, Apa dan Mengapa?
Misi penginjilan yang dilakukan oleh para utusan injil harus dilanjutkan oleh gereja dewasa ini. misi gereja memiliki tugas panggilan yang berbeda dan dapat dilakukan dengan pendekatan-pendekatan yang berbeda-beda sesuai dengan konteks sosial budaya yang ada antara lain melalui KKR dan Seminar Doa, penginjilan pribadi, retreat, evangelism explosion, penginjilan lintas budaya, dll.
Kegiatan penginjilan yang dilakukan harus melelui pendekatan dialogis dan terbuka. Misi penginjilan yang benar tidak dilakukan dengan memaksakan kehendaknya dan atau melalui bujukan tertentu secara konfrontatif. Tujuan misi penginjilan adalah untuk membawa setiap orang yang mau membuka diri supaya percaya Yesus Kristus, menerima Dia sebagai Tuhan dan bertumbuh kearah kedewasaan agar menjadi sama dan serupa dengan Dia. Rasul Paulus mengklaim bahwa: “.......injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan semua orang percaya...” (Roma 1:16). Injil itu kabar baik, kabar kesukaan, kabar keselamatan, kabar gembira, kabar pembebasan bagi yang tertindas. Injil itu berita tentang kehidupan baru, kehidupan yang berkelimpahan dan berita kemenangan, berita pengampunan.
Injil itu harus diberitakan untuk semua orang agar setiap orang yang percaya beroleh keselamatan. Semua orang harus mengakui Yesus sebagai Tuhan dan harus percaya akan kebangkitanNya. Rasul Paulus bekata “ sebab jika kamu mengakui dengan mulutmu bahwa Yesus adalah Tuhan dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan” (Roma 10:9). Setiap lidah harus mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan. Tidak ada nama lain, selain dalam nama Yesus kita dapat diselamatkan (Kisah. 4:12). Yesus sendiri berkata: ”Akulah jalan, kebenaran dan hidup...” (Yohanes 14:6). Itulah inti berita injil itu.
Pemeberitaan injil kerajaan Allah adalah bagian dari semua kegiatan pelayanan Injil untuk semua manusia,tanpa terkecuali. Semua orang perlu mengetahui bagamana hidup dalam Yesus, hidup dalam kerajaan Allah. Tuhan Yesus sendiri berdoa: “Datanglah KerajaanMu, Jadilah kehendakMu, dibumi seperti di surga” (Mat.6:10).
Yesus Kristus sebelum Ia naik kesurga, ia memerintahkan kepada murid-muridNya untuk pergi dan memberitakan injil (Mat.28:19-20). Sebagai bukti kataatan itu, murid-muridNya telah mewujudkan tugas panggilan ini sampai keujung-ujung bumi. Sejarah gereja telan memberikan kesaksian tentang tugas penginjilan ini sampai hari ini. pekabaran injil akan terus dilaksanakan sampai Tuhan Yesus datang.
Misi Sosial Gereja
Misi sosial gereja adalah bagian dari misi Allah di bumi. Misi sosial gereja itu dirasa perlu ketika gereja melihat berbagai masalah sosial dalam masyarakat di Tanah Papua. Masalah-masalah sosial tersebut telah mempengaruhi seluruh tatanan masyarakat, sehingga menyebabkan ketidakamanan, kehilangan kedamaian, kemiskinan, kebodohan, keterasingan di negeri sendiri.
Kelompok-kelompok yang ada di dalam masyarakat merasa kehidupan kebersamaannya terancam, ada yang tersingkir, ada pula yang merasa tereksploitasi. Banyak orang melihat adanya ketidakadilan, diskriminasi dan merasa superior dengan suku bangsa lain yang ada disekiranya. Hubungan harmonis antara satu dengan yang lainnya terancam putus akibat konflik-konflik kepentingan, entah itu kepentingan politik, kepentingan ekonomi, kepentingan agama, ataupun kepentingan-kepentingan lainnya.
Situasi seperti ini kita memandang sebagai realita sosial yang berdampak mematikan kedamaian, hidup rukun, penuh kasih dan persudaraan. Hal ini bukan dirasakan hanya oleh masyarakat secara keseluruhan, tetapi juga dialami oleh warga gereja. Gereja terancam hancur dan pecah dengan adanya kepentingan-kepentingan itu. Akhirnya gereja tergoda dalam memperjuangkan kepentingan-kepentingan kelompok tertentu itu dengan memakai kekerasan dan disertai dengan konfrontasi yang berlebihan, tanpa mempertimbangkan visi, misi dan strategi gereja yang sesungguhnya.
Yang harus digumuli oleh gereja dalam persimpangan jalan ini adalah apakah gereja memilih bergabung dengan kelompok-kelompok kepentingan dan bersama memperjuangkan kerinduan mereka dengan memakai kekerasan dan konforntatif, ataukah gereja akan berdiri dan menyatakan panggilannya untuk menjadi saksi bagi kerajaanNya. Dengan mengajak semua yang bertikai untuk menyelesaikan masalah secara damai dan bersedia berdialog secara terbuka untuk mencari solusi yang adil dan menyenangkan semua pihak? Apakah peran gereja dalam kelompok-kelompok yang sedang bertikai karena kepentingan masing-masing?
Dalam situasi seperti ini sebaiknya gereja bertindak sebagai kelompok umat Allah yang menyeruhkan rekonsiliasi, menengahi agar perdamaian terwujud diantara kelompok-kelompok yang sedang bertikai. Sangat keliru dan akan memiliki potensi konflik yang berkepanjangan, ketika gereja masukkedalam salah satu kelompok yang bertikai dan mulai menyerang kalompok lainnya. Disini gereja harus menyediakan solusi yang terbaik, mengajak kedua belah pihak untuk berdialog, berusaha menempatkan diri diantara keduanya, supaya keduanya masih tetap mau mempercayai gereja sebagai penengah yang baik atau mediator yang bisa dapat direkomendasikan oleh kedua belah pihak untuk menyelesaikan masalah secara damai. Pendekatan ini telah dicetuskan dan sudah dipropagandakan oleh gereja-gereja dan agama-agama di Tanah Papua dengan konsep “Papua Tanah Damai”.
Visi Kerajaan Allah
Visi kerajaan Allah adalah visi menyeluruh atas manusia dan segala yang diciptakanNya. Ia tidak membedakan apakah seseorang itu perlu penginjilan atau perlu menyelesaikan masalah-masalah sosial dan lingkungan hidup. Kerajaaan Allah memandang manusia dan segala ciptaanNya secara utuh. Manusia itu tidak bisa dipecah-pecah, dibagi-bagi atau dikelompokkan antara jiwa dan roh, antara jasmani dan rohani, antara pikiran dan perasaan, antara tubuh dan roh. Begitu juga segala ciptaan Allah lainnya.
Yang kita warisi sekarang adalah kita selalu membeda-bedakan antara roh dan jiwa, tubuh dan jiwa, dll yang merupakan falsafah Yunani yang selalu melihat dunia ini dan segala isinya dari pemahaman dikotomi, pemahaman yang membedakan anatara roh dan jiwa, tubuh dan daging,dll.
Bagi kita dan visi kerajaan Allah yang kita terima adalah bahwa manusia itu utuh dan dilayani secara utuh pula untuk menciptakan Papua Tanah Damai, Papua baru, Papua yang aman sejahtera dan hidup berkelimpahan. Tuhan Yesus sendiri berkata: “tetapi carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenaranNya, maka semua itu akan ditambahkan kepadaMu” (Mat.6:33).
Visi kerajaan Allah itu sangat luas dan penuh misteri. Tuhan Yesus telah berkotbah dalam Alkitab tentang visi kerajaan Allah itu. Salah satunya Ia berkata: ”berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah”(Mat.5:9). Ketika damai itu dirasakan oleh umat Tuhan, tanpa ragu-ragu kita katakan bahwa keadilan itu terwujud diantara kita. Apabila keadilan terwujud diantara kita maka dengan sendirinya kasih dan pengampunan telah mengalir diantara kita. Ketika kasih dan pengampunan dialirkan, maka orang Papua terbebas dari segala penindasan dan dosa yang menekannya. Kelepasan atas semua ini terjadi apabila ada penyadaran akan dosa dan usaha membawa pembaharuan hidup dari realitas yang ada.
Musuh kita semua adalah dosa, entah dosa itu bersifat pribadi ataupun dosa yang kita lihat dalam realitas sosial masyarakat di negeri ini. sewaktu kita berbicara tentang Papua Tanah Damai, pada saat itu kita berbicara tentang bagaimana kita berusaha menghadirkan nilai-nilai kerajaan Allah di bumi ini sekaligus bergumul untuk mengusir dosa keangkuhan, kesombongan, ketidakjujuran,dll dalam diri kita.
Papua Tanah Damai adalah visi kerajaan Allah. Damai yang dimaksud berasal dari kata “shalom”, kata inilah yang menjadi akar kata “selamat”, yang berarti tidak mati, atau berpadanan dengan kata hidup. Kata “hidup” berhubungan langsung dengan hidup yang baru, hidup yang damai, hidup yang berkelimpahan. Alkitab katakan: “ Pencuri datang hanya untuk mencuri, membunuh, dan membinasakan; Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yohanes 10:10).
STT Walter Post dan Visi Kerajaan Allah
STT Walter Post sebagai lembaga pendidikan tinggi di bidang Teologi, kita harus berangkat dari pemahaman yang benar tentang kerajaan Allah diatas untuk menyelenggarakan pendidikan teologi dalam rangkah menyiapkan pemimpin-pemimpin umat yang memiliki pengetahuan luas, bermental baja dan mempunyai keterampilan pelayanan yang tinggi. Pemimpin-pemimpin umat harus dilengkapi untuk menghidupi nilai-nilai kerajaan Allah dan melayani dengan kasih. Kata Alkitab: “Jikalau tidak ada pimpinan, jatuhlah bangsa, tetapi jikalau penasehat banyak, keselamatan ada (Amsal 11:14).
Bertolak dari pemahaman ini maka STT Walter Post mempunyai visi untuk melengkapi pemimpin-pemimpin umat yang berwatak melayani sesama manusia sebagai hamba Allah yang memiliki penyerahan diri seutuhnya kepada pimpinan Tuhan sehingga dengan kemampuan yang ada dalam konteks berpikir yang positif dan kritis. Karena itu STT Walter Post menyediakan program studi yang cocok dengan panggilannya.
Program Studi dan Kurikulum STT Walter Post
Program studi di STT Walter Post suda diakui dan telah diberikan ijin penyelenggaraannya. Program studi yang sudah mendapat ijin operasional tersebut adalah programstudi teologi/kependetaan dan Pendidikan Agama Kristen (PAK). Program studi sosiologi agama sudah berjalan beberapa tahun terakhir ini,sehingga dirasa perlu untuk dievaluasi kembali. Dalam evaluasi program studi yang dilaksanakan baru-baru ini, program sosiologi agama akan dicarikan jalan untuk dilebur dalam program studi misiologi, agar para penamatnya mendapatkan ijazah negara setelah mendapat ijin operasional dari kementerian agama RI di Jakarta.
Program studi di STT Walter Post diarakan kepada Pengetahuan Alkitab, Sejarah Gereja, Refleksi Teologis. Tetapi pada waktu yang sama diperlukan pengetahuan sosial, etikadan pengetahuan keterampilan seperti bagaimana berkotbah, bagaimana menulis, mengajar, bagaiamana memimpin dan bagaimana melayani orang bermasalah, bagaimana mengatur keuangan, dll.
Peningkatan pengetahuan, pengembangan mental dan nilai hidup dan pengembangan keterampilan yang diperlukan harus dikuasai mahasiswa STT Walter Post. Kompetensi penguasaan pengetahuan afektif dan skill dalam semua program studi juga sedang dikembangkan. Sehingga para penamat dari STT Walter Post yang sebelumnya mungkin belum memiliki kompetensi-kompetensi tersebut di atas, bisa selesai dengan keterampilan-keterampilan tersebut agar mereka menjadi hamba Tuhan yang profesional dan memiliki integritas diri yang tinggi yang kemudian dapat dipercaya oleh gereja dan masyarakat di Tanah Papua.
Penutup
Tulisan pendek ini disiapkan sebagai pengantar diskusi untuk melihat hakekat dari misi gereja KINGMI di Tanah Papua, apakah misi gereja ini terpanggil khusus untuk misi sosial saja atau misi penginjilan juga, atau kedua-duanya.
Kalau dilihat dari visi kerajaan Allah, pekabaran injil dan pelayanan sosial kamanusiaan adalah misi gereja yang dapat dilakukan sepanjang segala abad tanpa dibeda-bedakan antara misi sosial dan misi penginjilan. Hal ini disimpulkan demikian karena:
1. Realitas adanya dosa dalam semua tingkatan hidup manusia yang telah melanda dan menguasai baik pribadi-pribadi manusia atau pun yang telah merambat dalam tingakatan sosial masyarakat secara luas dalam berbagai kelompok masyarakat yang ada. Kita dipanggil melawan realitas kemiskinan, ketidakadilan, diskriminasi, eksploitasi, pelanggaran HAM dalam masyarakat tetapi juga kita dipanggil melawan diri kita sendiri. Karena musuh yang terbesar di dunia ini adalah diri kita sendiri.
2. Penduduk dunia semakin bertumbuh subur dimana-mana, manusia terus beranak cucu dan tentunya masalah sosial pun akan terus bertambah. Penginjilan sangat diperlukan dalam situasi seperti ini dan juga misi sosial perlu dilaksanakan pada waktu yang sama.
3. Keberadaan berbagai agama dan keyakinan memberikan isyarat kepada kita tentang pentingnya pekabaran injil sekaligus penanganan persoalan sosial masyarakat yang serius.
4. Keadaan politik, ekonomi, dan hukum yang diskriminatif perlu diperhatikan oleh gereja tanpa mengidentifikasikan diri dalam kelompok-kelompok tertentu, kecuali suara gereja kita perdengarkan kepada yang bertikai dengan memihak sepenuhnya kepada kebenaran. Kebenaran itulah yang membebaskan kita semua.
5. Suku-suku terpencil di Tanah Papua dan para pendatang: transmigrasi dan imigran semuanya membutuhkan injil kerajaan Allah. Perlu kita wartakan injil kepada mereka juga supaya mereka dilepaskan dari kuasa maut dan mengalami jamahan kasih Kristus.
6. Peperangan rohani dengan roh-roh jahat, santet, jimat, ilmu hitam, dan kuasa kegelapan lainnya sekaligus kita melawan diri kita sendiri.
Dalam sistuasi seperti sekarang ini di tanah Papua, kita memerlukan kedua-duanya. Realitas dosa manusia telah menyelinap masuk dalam keseluruhan aspek hidup manusia. Dosa sudah merambat dalam diri setiap orang dan setiap orang harus menerima anugerah pengampunan secara pribadi dari Tuhan Yesus Kristus sendiri tetapi pada waktu yang sama kita berjuang melawan kekerasan, ketidakadilan, diskriminasi dan kekuasaan yang membabi buta di Tanah ini. kita harus membangun Papua baru seutuhnya, entah dalam usaha pembebasan diri atau pun pembebasan umat seluruhnya dengan pendekatan tanpa konfrontatif, bebas, adil, jujur, terbuka dan bermartabat.
Kita tidak dilahirkan hanya jiwa saja, tubuh saja atau roh saja. Kita tidak hanya dikasih perasaan saja, tetapi pikiran juga. Kita juga diberi kemampuan untuk menguasai keterampilan tertentu. Kita lahirkan secara utuh dan semuanya perlu mendapat perhatian dari kita. Kita harus menjadi diri kita sendiri. Kita harus menemukan diri kita yang sebenarnya. Sewaktu anda menemukan dirimu yang sebenarnya, pada waktu itu anda menemukan kuasa untuk menguasai dunia ini.
Pustaka:
1. The manila Manifesto dalam buku “Proclaim Christ Until He Comes”. Lausanne II in Manila. International congress on World Evangelization, 1989. Hal. 25, dst
2. Pernyataan bersama para pemimpin agama di Tanah Papua tanggal 15 September 2005 untukmembangun Papua Tanah Damai dalam buku yang diedit oleh J. Budi Hernawan OFM (ed). Papua Land of Peace: Addressing Conflict, Building Peace in West Papua. Sekertariat Keadilan dan perdamaian, keuskupan Jayapura Papua Barat. Halaman, 101,dst
Pendahuluan
Visi dan misi gereja di Tanah Papua dewasa ini harus jelas bagi kita semua. hal ini diangkat karena gereja sebagai organisasi, ia perlu diatur dalam suatu visi dan misi bersama demi merealisasikan pelayanan yang prima bagi semua warga yang menjadi anggotanya. Alkitab berkata: “jika tidak ada visi maka liarlah rakyat....”
Dalam dekade yang lalu, visi dan misi gereja selalu berorientasi kepada penginjilan dan penanaman umat basis (Church Planting). Kini banyak orang berpandangan bahwa misi penginjilan sudah tidak dibutuhkan lagi, karena masa penginjilan sudah berlalu. Dunia sekarang sudah berubah, semua orang sudah diinjili. Tidak ada orang yang perluh diinjili. Penginjilan tidak dibutuhkan lagi. sementara itu dalam beberapa waktu terakhir ini, gereja telah bangkit dalampemahaman bahwa misi gereja itu bukan hanya misi pekabaran injil saja. Tetapi gereja mempunyai misi sosial, misi kemanusiaan juga, sehingga gereja turut serta memikirkan masalah-masalah masyarakat secara umum dan bersama-sama masyarakat telah berusaha menggumuli persoalan-persoalan yang dialami oleh masyarakat secara keseluruhan, khususnya pergumulan dalam masalah-masalah Hak Asasi Manusia, masalah pembangunan, masalah kesehatan, masalah kemiskinan, masalah pendidikan, dll. Misi sosial gereja telah didikte oleh kenyataan atau realitas sosial yang ada dalam masyarakat dan gereja.
Dalam kondisi seperti ini, bagaimana reaksi kita sebagai akademisi yang mengumuli masalah-masalah teologis seperti ini. apakah visi dan misi gereja itu tidak lain dari pada penginjilan, penanaman gereja dan pertumbuhannya? Atau visi dan misi gereja itu berhubungan dengan terwujudnya masyarakat yangadil dan damai di Tanah Papua dengan mengatasi masalah-masalah sosial yang melanda di bumi ini? ataukah visi dan misi gereja itu termasuk semua yang kita permasalahkan? Bagaimana dengan visi dan misi kerajaan Allah?
Misi Penginjilan atau Misi Sosial?
Para misionaris yang hadir sejak tahun 1885 di Tanah Papua bertujuan untuk memberitakan injil kepada semua suku bangsa yang ada di Tanah Papua. Pekabaran injil telah menjadi agenda prioritas dalam pelayanan mereka. Misi mereka adalah misi pekabara injil.
Hampir 70 tahun pertama kegiatan para utusan injil barat itu menjalankan misi penginjilan dan dan berurusan dengan bagaimana menjangkau setiap suku bangsa, baik dipesisir pantai sampai kepegunungan, bagaimana mendirikan jemaat yang baru sebagai suatu kelompok basis, da selanjutnya mereka beruaha bagaimana kelompok basis ini dituntun sehingga menjadi dewasa sebagai manusia yang tetntunya memiliki rupa dan gambar Allah. Manusia yang terdiri atas tubuh, jiwa dan roh dilengkapi dengan kapasitas berpikir, berperasaan dan berkehendak untuk memberikan respons terhadap dunia dan lingkungan dimana mereka berada.
Pertanyaan kita sekarang adalah apakah misi penginjilan masih diperlukan atau isi itu sudah selesai dilaksanakan di Tanah Papua dengan berdirinya kelompok-kelompok gereja baru akibat pekerjaan para misionaris diatas? Kalau dilihat secara jujur, ada tiga kelompok yang memiliki pikiran yang berbeda untuk menjawab pertanyaan di atas.
1. Kelompok pertama beranggapan bahwa misi penginjilan sudah selesai, yang dibutuhkan sekarang adalah misi kemanusiaan, misi sosial gereja. Kelompok ini berpandangan bahwa di Papua tidak ada tempat atau tidak ada orang yang perlu diinjili karena semua orang asli Papua sudah menjadi Kristen. Rupanya kelompok ini berpikir bahwa penginjilan itu sudah dilakukan oleh para misionaris dan kini tugas gereja itu adalah harus berpikir secara khusus untuk mendewasakan orang kriten dan bergumul bersama-sama dengan umat kristen dalam masalah-masalah sosial, politik, ekonomi, hukum, HAM, dsb. Misi penginjilan tidak dibutuhkan lagi zaman sekarang di Tanah Papua.
2. Kelompok kedua berpikir bahwa misi penginjilan belum selesai. Penginjilan adalag tugas panggilan Allah untuk menyelamatkan semua manusia yang belum percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka. Itu adalah amanat Agung Yesus (Mat. 28:19-20). Sampai kapan pun dan dimana pun manusia berada, semua manusia perlu diinjili secara seutuhnya, berita gembira itu harus disampaikan. Itulah sebabnya ada panggilan untuk semua orang di seluruh dunia dan manusia harus mendengar seluruh injil.
3. Kelompok ketiga adalah bahwa misi penginjilan dan misi sosial adalah bagian yang tak terpisahkan dari panggilan gereja di atas bumi milik Tuha ini. ini sama dengan iman yang takdapat dipisahkan dari perbuatan. Ajaran atau dogma gereja yang benar adalah ajaran atau dogma gereja yang relevan dengan realita sosial yang digumuli masyarakat. Kita melakukan kegiatan penginilan untuk menjawab masalah sosial masyarakat yang sedang digumuli, demikian juga kegiatan misi sosial ini adalah sebagai alat dalam usaha kita membawa jiwa kepada Yesus Kristus, Juruselamat dunia.
Misi Penginjilan, Apa dan Mengapa?
Misi penginjilan yang dilakukan oleh para utusan injil harus dilanjutkan oleh gereja dewasa ini. misi gereja memiliki tugas panggilan yang berbeda dan dapat dilakukan dengan pendekatan-pendekatan yang berbeda-beda sesuai dengan konteks sosial budaya yang ada antara lain melalui KKR dan Seminar Doa, penginjilan pribadi, retreat, evangelism explosion, penginjilan lintas budaya, dll.
Kegiatan penginjilan yang dilakukan harus melelui pendekatan dialogis dan terbuka. Misi penginjilan yang benar tidak dilakukan dengan memaksakan kehendaknya dan atau melalui bujukan tertentu secara konfrontatif. Tujuan misi penginjilan adalah untuk membawa setiap orang yang mau membuka diri supaya percaya Yesus Kristus, menerima Dia sebagai Tuhan dan bertumbuh kearah kedewasaan agar menjadi sama dan serupa dengan Dia. Rasul Paulus mengklaim bahwa: “.......injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan semua orang percaya...” (Roma 1:16). Injil itu kabar baik, kabar kesukaan, kabar keselamatan, kabar gembira, kabar pembebasan bagi yang tertindas. Injil itu berita tentang kehidupan baru, kehidupan yang berkelimpahan dan berita kemenangan, berita pengampunan.
Injil itu harus diberitakan untuk semua orang agar setiap orang yang percaya beroleh keselamatan. Semua orang harus mengakui Yesus sebagai Tuhan dan harus percaya akan kebangkitanNya. Rasul Paulus bekata “ sebab jika kamu mengakui dengan mulutmu bahwa Yesus adalah Tuhan dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan” (Roma 10:9). Setiap lidah harus mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan. Tidak ada nama lain, selain dalam nama Yesus kita dapat diselamatkan (Kisah. 4:12). Yesus sendiri berkata: ”Akulah jalan, kebenaran dan hidup...” (Yohanes 14:6). Itulah inti berita injil itu.
Pemeberitaan injil kerajaan Allah adalah bagian dari semua kegiatan pelayanan Injil untuk semua manusia,tanpa terkecuali. Semua orang perlu mengetahui bagamana hidup dalam Yesus, hidup dalam kerajaan Allah. Tuhan Yesus sendiri berdoa: “Datanglah KerajaanMu, Jadilah kehendakMu, dibumi seperti di surga” (Mat.6:10).
Yesus Kristus sebelum Ia naik kesurga, ia memerintahkan kepada murid-muridNya untuk pergi dan memberitakan injil (Mat.28:19-20). Sebagai bukti kataatan itu, murid-muridNya telah mewujudkan tugas panggilan ini sampai keujung-ujung bumi. Sejarah gereja telan memberikan kesaksian tentang tugas penginjilan ini sampai hari ini. pekabaran injil akan terus dilaksanakan sampai Tuhan Yesus datang.
Misi Sosial Gereja
Misi sosial gereja adalah bagian dari misi Allah di bumi. Misi sosial gereja itu dirasa perlu ketika gereja melihat berbagai masalah sosial dalam masyarakat di Tanah Papua. Masalah-masalah sosial tersebut telah mempengaruhi seluruh tatanan masyarakat, sehingga menyebabkan ketidakamanan, kehilangan kedamaian, kemiskinan, kebodohan, keterasingan di negeri sendiri.
Kelompok-kelompok yang ada di dalam masyarakat merasa kehidupan kebersamaannya terancam, ada yang tersingkir, ada pula yang merasa tereksploitasi. Banyak orang melihat adanya ketidakadilan, diskriminasi dan merasa superior dengan suku bangsa lain yang ada disekiranya. Hubungan harmonis antara satu dengan yang lainnya terancam putus akibat konflik-konflik kepentingan, entah itu kepentingan politik, kepentingan ekonomi, kepentingan agama, ataupun kepentingan-kepentingan lainnya.
Situasi seperti ini kita memandang sebagai realita sosial yang berdampak mematikan kedamaian, hidup rukun, penuh kasih dan persudaraan. Hal ini bukan dirasakan hanya oleh masyarakat secara keseluruhan, tetapi juga dialami oleh warga gereja. Gereja terancam hancur dan pecah dengan adanya kepentingan-kepentingan itu. Akhirnya gereja tergoda dalam memperjuangkan kepentingan-kepentingan kelompok tertentu itu dengan memakai kekerasan dan disertai dengan konfrontasi yang berlebihan, tanpa mempertimbangkan visi, misi dan strategi gereja yang sesungguhnya.
Yang harus digumuli oleh gereja dalam persimpangan jalan ini adalah apakah gereja memilih bergabung dengan kelompok-kelompok kepentingan dan bersama memperjuangkan kerinduan mereka dengan memakai kekerasan dan konforntatif, ataukah gereja akan berdiri dan menyatakan panggilannya untuk menjadi saksi bagi kerajaanNya. Dengan mengajak semua yang bertikai untuk menyelesaikan masalah secara damai dan bersedia berdialog secara terbuka untuk mencari solusi yang adil dan menyenangkan semua pihak? Apakah peran gereja dalam kelompok-kelompok yang sedang bertikai karena kepentingan masing-masing?
Dalam situasi seperti ini sebaiknya gereja bertindak sebagai kelompok umat Allah yang menyeruhkan rekonsiliasi, menengahi agar perdamaian terwujud diantara kelompok-kelompok yang sedang bertikai. Sangat keliru dan akan memiliki potensi konflik yang berkepanjangan, ketika gereja masukkedalam salah satu kelompok yang bertikai dan mulai menyerang kalompok lainnya. Disini gereja harus menyediakan solusi yang terbaik, mengajak kedua belah pihak untuk berdialog, berusaha menempatkan diri diantara keduanya, supaya keduanya masih tetap mau mempercayai gereja sebagai penengah yang baik atau mediator yang bisa dapat direkomendasikan oleh kedua belah pihak untuk menyelesaikan masalah secara damai. Pendekatan ini telah dicetuskan dan sudah dipropagandakan oleh gereja-gereja dan agama-agama di Tanah Papua dengan konsep “Papua Tanah Damai”.
Visi Kerajaan Allah
Visi kerajaan Allah adalah visi menyeluruh atas manusia dan segala yang diciptakanNya. Ia tidak membedakan apakah seseorang itu perlu penginjilan atau perlu menyelesaikan masalah-masalah sosial dan lingkungan hidup. Kerajaaan Allah memandang manusia dan segala ciptaanNya secara utuh. Manusia itu tidak bisa dipecah-pecah, dibagi-bagi atau dikelompokkan antara jiwa dan roh, antara jasmani dan rohani, antara pikiran dan perasaan, antara tubuh dan roh. Begitu juga segala ciptaan Allah lainnya.
Yang kita warisi sekarang adalah kita selalu membeda-bedakan antara roh dan jiwa, tubuh dan jiwa, dll yang merupakan falsafah Yunani yang selalu melihat dunia ini dan segala isinya dari pemahaman dikotomi, pemahaman yang membedakan anatara roh dan jiwa, tubuh dan daging,dll.
Bagi kita dan visi kerajaan Allah yang kita terima adalah bahwa manusia itu utuh dan dilayani secara utuh pula untuk menciptakan Papua Tanah Damai, Papua baru, Papua yang aman sejahtera dan hidup berkelimpahan. Tuhan Yesus sendiri berkata: “tetapi carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenaranNya, maka semua itu akan ditambahkan kepadaMu” (Mat.6:33).
Visi kerajaan Allah itu sangat luas dan penuh misteri. Tuhan Yesus telah berkotbah dalam Alkitab tentang visi kerajaan Allah itu. Salah satunya Ia berkata: ”berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah”(Mat.5:9). Ketika damai itu dirasakan oleh umat Tuhan, tanpa ragu-ragu kita katakan bahwa keadilan itu terwujud diantara kita. Apabila keadilan terwujud diantara kita maka dengan sendirinya kasih dan pengampunan telah mengalir diantara kita. Ketika kasih dan pengampunan dialirkan, maka orang Papua terbebas dari segala penindasan dan dosa yang menekannya. Kelepasan atas semua ini terjadi apabila ada penyadaran akan dosa dan usaha membawa pembaharuan hidup dari realitas yang ada.
Musuh kita semua adalah dosa, entah dosa itu bersifat pribadi ataupun dosa yang kita lihat dalam realitas sosial masyarakat di negeri ini. sewaktu kita berbicara tentang Papua Tanah Damai, pada saat itu kita berbicara tentang bagaimana kita berusaha menghadirkan nilai-nilai kerajaan Allah di bumi ini sekaligus bergumul untuk mengusir dosa keangkuhan, kesombongan, ketidakjujuran,dll dalam diri kita.
Papua Tanah Damai adalah visi kerajaan Allah. Damai yang dimaksud berasal dari kata “shalom”, kata inilah yang menjadi akar kata “selamat”, yang berarti tidak mati, atau berpadanan dengan kata hidup. Kata “hidup” berhubungan langsung dengan hidup yang baru, hidup yang damai, hidup yang berkelimpahan. Alkitab katakan: “ Pencuri datang hanya untuk mencuri, membunuh, dan membinasakan; Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yohanes 10:10).
STT Walter Post dan Visi Kerajaan Allah
STT Walter Post sebagai lembaga pendidikan tinggi di bidang Teologi, kita harus berangkat dari pemahaman yang benar tentang kerajaan Allah diatas untuk menyelenggarakan pendidikan teologi dalam rangkah menyiapkan pemimpin-pemimpin umat yang memiliki pengetahuan luas, bermental baja dan mempunyai keterampilan pelayanan yang tinggi. Pemimpin-pemimpin umat harus dilengkapi untuk menghidupi nilai-nilai kerajaan Allah dan melayani dengan kasih. Kata Alkitab: “Jikalau tidak ada pimpinan, jatuhlah bangsa, tetapi jikalau penasehat banyak, keselamatan ada (Amsal 11:14).
Bertolak dari pemahaman ini maka STT Walter Post mempunyai visi untuk melengkapi pemimpin-pemimpin umat yang berwatak melayani sesama manusia sebagai hamba Allah yang memiliki penyerahan diri seutuhnya kepada pimpinan Tuhan sehingga dengan kemampuan yang ada dalam konteks berpikir yang positif dan kritis. Karena itu STT Walter Post menyediakan program studi yang cocok dengan panggilannya.
Program Studi dan Kurikulum STT Walter Post
Program studi di STT Walter Post suda diakui dan telah diberikan ijin penyelenggaraannya. Program studi yang sudah mendapat ijin operasional tersebut adalah programstudi teologi/kependetaan dan Pendidikan Agama Kristen (PAK). Program studi sosiologi agama sudah berjalan beberapa tahun terakhir ini,sehingga dirasa perlu untuk dievaluasi kembali. Dalam evaluasi program studi yang dilaksanakan baru-baru ini, program sosiologi agama akan dicarikan jalan untuk dilebur dalam program studi misiologi, agar para penamatnya mendapatkan ijazah negara setelah mendapat ijin operasional dari kementerian agama RI di Jakarta.
Program studi di STT Walter Post diarakan kepada Pengetahuan Alkitab, Sejarah Gereja, Refleksi Teologis. Tetapi pada waktu yang sama diperlukan pengetahuan sosial, etikadan pengetahuan keterampilan seperti bagaimana berkotbah, bagaimana menulis, mengajar, bagaiamana memimpin dan bagaimana melayani orang bermasalah, bagaimana mengatur keuangan, dll.
Peningkatan pengetahuan, pengembangan mental dan nilai hidup dan pengembangan keterampilan yang diperlukan harus dikuasai mahasiswa STT Walter Post. Kompetensi penguasaan pengetahuan afektif dan skill dalam semua program studi juga sedang dikembangkan. Sehingga para penamat dari STT Walter Post yang sebelumnya mungkin belum memiliki kompetensi-kompetensi tersebut di atas, bisa selesai dengan keterampilan-keterampilan tersebut agar mereka menjadi hamba Tuhan yang profesional dan memiliki integritas diri yang tinggi yang kemudian dapat dipercaya oleh gereja dan masyarakat di Tanah Papua.
Penutup
Tulisan pendek ini disiapkan sebagai pengantar diskusi untuk melihat hakekat dari misi gereja KINGMI di Tanah Papua, apakah misi gereja ini terpanggil khusus untuk misi sosial saja atau misi penginjilan juga, atau kedua-duanya.
Kalau dilihat dari visi kerajaan Allah, pekabaran injil dan pelayanan sosial kamanusiaan adalah misi gereja yang dapat dilakukan sepanjang segala abad tanpa dibeda-bedakan antara misi sosial dan misi penginjilan. Hal ini disimpulkan demikian karena:
1. Realitas adanya dosa dalam semua tingkatan hidup manusia yang telah melanda dan menguasai baik pribadi-pribadi manusia atau pun yang telah merambat dalam tingakatan sosial masyarakat secara luas dalam berbagai kelompok masyarakat yang ada. Kita dipanggil melawan realitas kemiskinan, ketidakadilan, diskriminasi, eksploitasi, pelanggaran HAM dalam masyarakat tetapi juga kita dipanggil melawan diri kita sendiri. Karena musuh yang terbesar di dunia ini adalah diri kita sendiri.
2. Penduduk dunia semakin bertumbuh subur dimana-mana, manusia terus beranak cucu dan tentunya masalah sosial pun akan terus bertambah. Penginjilan sangat diperlukan dalam situasi seperti ini dan juga misi sosial perlu dilaksanakan pada waktu yang sama.
3. Keberadaan berbagai agama dan keyakinan memberikan isyarat kepada kita tentang pentingnya pekabaran injil sekaligus penanganan persoalan sosial masyarakat yang serius.
4. Keadaan politik, ekonomi, dan hukum yang diskriminatif perlu diperhatikan oleh gereja tanpa mengidentifikasikan diri dalam kelompok-kelompok tertentu, kecuali suara gereja kita perdengarkan kepada yang bertikai dengan memihak sepenuhnya kepada kebenaran. Kebenaran itulah yang membebaskan kita semua.
5. Suku-suku terpencil di Tanah Papua dan para pendatang: transmigrasi dan imigran semuanya membutuhkan injil kerajaan Allah. Perlu kita wartakan injil kepada mereka juga supaya mereka dilepaskan dari kuasa maut dan mengalami jamahan kasih Kristus.
6. Peperangan rohani dengan roh-roh jahat, santet, jimat, ilmu hitam, dan kuasa kegelapan lainnya sekaligus kita melawan diri kita sendiri.
Dalam sistuasi seperti sekarang ini di tanah Papua, kita memerlukan kedua-duanya. Realitas dosa manusia telah menyelinap masuk dalam keseluruhan aspek hidup manusia. Dosa sudah merambat dalam diri setiap orang dan setiap orang harus menerima anugerah pengampunan secara pribadi dari Tuhan Yesus Kristus sendiri tetapi pada waktu yang sama kita berjuang melawan kekerasan, ketidakadilan, diskriminasi dan kekuasaan yang membabi buta di Tanah ini. kita harus membangun Papua baru seutuhnya, entah dalam usaha pembebasan diri atau pun pembebasan umat seluruhnya dengan pendekatan tanpa konfrontatif, bebas, adil, jujur, terbuka dan bermartabat.
Kita tidak dilahirkan hanya jiwa saja, tubuh saja atau roh saja. Kita tidak hanya dikasih perasaan saja, tetapi pikiran juga. Kita juga diberi kemampuan untuk menguasai keterampilan tertentu. Kita lahirkan secara utuh dan semuanya perlu mendapat perhatian dari kita. Kita harus menjadi diri kita sendiri. Kita harus menemukan diri kita yang sebenarnya. Sewaktu anda menemukan dirimu yang sebenarnya, pada waktu itu anda menemukan kuasa untuk menguasai dunia ini.
Pustaka:
1. The manila Manifesto dalam buku “Proclaim Christ Until He Comes”. Lausanne II in Manila. International congress on World Evangelization, 1989. Hal. 25, dst
2. Pernyataan bersama para pemimpin agama di Tanah Papua tanggal 15 September 2005 untukmembangun Papua Tanah Damai dalam buku yang diedit oleh J. Budi Hernawan OFM (ed). Papua Land of Peace: Addressing Conflict, Building Peace in West Papua. Sekertariat Keadilan dan perdamaian, keuskupan Jayapura Papua Barat. Halaman, 101,dst
Label:
Artikel
Blog ini hadir sebagai wahana informasi seputar kegiatan kampus serta artikel para dosen. Disini anda juga akan membaca pikiran dari orang-orang besar asli Papua Barat
Senin, 14 Juni 2010
JAMES, A BEVERLY, HOLY LAUGHTER AND TORONTO BLESSING (1997), YOGYAKARTA: YAYASAN ANDI, 290 HALAMAN.
(Pdt.Dr. Benny Giay)
Buku ini merupakan hasil dari penelitian lapangan yang dilakukan oleh James Beverly seorang guru besar dalam bidang teologi dan etika pada satu Lembaga Pendidikan Tinggi Teologi (Seminari Teologi) di Toronto, Kanada. Dengan bekal penelitian terhadap gerakan keagamaan modern selama 20 tahun lampau, penulis ini mengadakan studi mengenai gerakan spiritual yang terjadi dalam Gereja Vineyard di Toronto dewasa ini.
Gereja Vineyard adalah suatu aliran dalam pentakosta. Gerakan keagamaan ang diteliti Beverly ini dalam kepustakaan dewasa ini dikenal sebagai Toronto Blessing. Kemungkinan karena gerakan ini timbul di suatu temapt tidak jauh dari kota Toronto. Tepatnya lawatan Roh Allah ini menurut penganutnya terjadi di sebuah jemaat kecil (gereja vineyard) tidak terlalu jauh dari bandara internasional Pearson Toronto pada tanggal 20 Januari 1994. sejak itu pertemuan ibadah di bandara terus berlangsung.
Berita tentang kunjungan Roh Kudus ini menyebar dengan cepat dan orang dari segala penjuru dunia dating ke Toronto. Banyak Perusahan Penerbangan memberi potongan khusus kepada orang yang dating kesana untuk melihat pengalaman penyegaran spiritual ini.
Siapa tokoh kunci dari gerakan kebangunan spiritual ini? Sekurang-kurangnya ada dua orang: Pdt. John Wimber dan Pdt. Rodney Howard-Browne. John Wimber ini pemimpin tertinggi dari Asosiasi Gereja Vineyard Sedunia yang lahir tahun 1943 di Mideast Amerika, dari ayah pecandu alkohol yang pergi dari rumah meninggalkan John dan mamanya pada waktu John masih kecil. Tahun 1955 John menikah. Ia memiliki bakat musik karena itu tidak heran kalau ia mengawali kariernya sebagai penulis lagu untuk suatu kelompok Rock. Ia sangat berhasil dlam dunia musik.
Mungkin keberhasilan ini menyiapkan dia dalam kepopuleran John dalam bidang agama kelak di kemudian hari. Tahun 1962 John berpisah dengan isterinya. Dalam keadaan ini john mencari pertolongan Tuhan. Pengalaman keagamaan yang paling menyentuh hidupnya ialah kesembuhan ilahi yang dialami anaknya Sean pada saat yang disebutkan terakhir ini mengalami serangan sengatan sepasukan lebah. Tahun 1970 John menjadi Pendeta pada suatu gereja dan pada tahuan 1974-1978 Carol, isterinya mulai mengambil bagian dalam suatu persekutuan doa kaum wanita di suatu jemaat yang tahun berikutnya suaminya (John) menjadi Pendeta. Dalam tahun 1980 John mulai bertugas dalam Gereja Vineyard hingga sekarang. Pengaruhnya sangat besar dalam Toronto Blessing ini.
Tokoh lainnya ialah Rodney Howard-Browne yang berasal dari Afrika Selatan. Ia telah menyelengarakan Ibadah Penyegaran Spiritual di Negara Paman Sam ini sejak tahun 1987; dan menjadi sangat terkenal diantara orang Karismatik dan Pentakosta.
Yang menarik dari gerakan ini ialah manifestasi kehadiran Roh melalui orang-orang yang mengaku telah kepenuhan Roh Kudus seperti mengaum-ngaum seperti singa; menggonggong seperti anjing dalam suasana ibadah; berlari-lari tanpa arah sementara ibadah, atau roh tertawa yang tak terkontrol diantara peserta ibadah ini (sehingga sering kotbah diperpendek karena suara pengkotbah hilang dalam gelak tawa peserta ibadah),dll. Apakah ini betul manifestasi Roh Kudus? Itulah salah satu pertanyaan yang dicoba untuk dijawab oleh Beverly dalm buku ini. Beverly sendiri walaupun simpatik terhadap gerakan ini tetapi menyatakan “waspada”. Ia mengingatkan semua pihak (khususnya pihak pengikut gerakan ini) untuk terbuka menerima kritikan yang dilontarkan berbagai pihak yang berseberangan jalan dengan pengikut gerakan ini.
Buku ini merupakan hasil dari penelitian lapangan yang dilakukan oleh James Beverly seorang guru besar dalam bidang teologi dan etika pada satu Lembaga Pendidikan Tinggi Teologi (Seminari Teologi) di Toronto, Kanada. Dengan bekal penelitian terhadap gerakan keagamaan modern selama 20 tahun lampau, penulis ini mengadakan studi mengenai gerakan spiritual yang terjadi dalam Gereja Vineyard di Toronto dewasa ini.
Gereja Vineyard adalah suatu aliran dalam pentakosta. Gerakan keagamaan ang diteliti Beverly ini dalam kepustakaan dewasa ini dikenal sebagai Toronto Blessing. Kemungkinan karena gerakan ini timbul di suatu temapt tidak jauh dari kota Toronto. Tepatnya lawatan Roh Allah ini menurut penganutnya terjadi di sebuah jemaat kecil (gereja vineyard) tidak terlalu jauh dari bandara internasional Pearson Toronto pada tanggal 20 Januari 1994. sejak itu pertemuan ibadah di bandara terus berlangsung.
Berita tentang kunjungan Roh Kudus ini menyebar dengan cepat dan orang dari segala penjuru dunia dating ke Toronto. Banyak Perusahan Penerbangan memberi potongan khusus kepada orang yang dating kesana untuk melihat pengalaman penyegaran spiritual ini.
Siapa tokoh kunci dari gerakan kebangunan spiritual ini? Sekurang-kurangnya ada dua orang: Pdt. John Wimber dan Pdt. Rodney Howard-Browne. John Wimber ini pemimpin tertinggi dari Asosiasi Gereja Vineyard Sedunia yang lahir tahun 1943 di Mideast Amerika, dari ayah pecandu alkohol yang pergi dari rumah meninggalkan John dan mamanya pada waktu John masih kecil. Tahun 1955 John menikah. Ia memiliki bakat musik karena itu tidak heran kalau ia mengawali kariernya sebagai penulis lagu untuk suatu kelompok Rock. Ia sangat berhasil dlam dunia musik.
Mungkin keberhasilan ini menyiapkan dia dalam kepopuleran John dalam bidang agama kelak di kemudian hari. Tahun 1962 John berpisah dengan isterinya. Dalam keadaan ini john mencari pertolongan Tuhan. Pengalaman keagamaan yang paling menyentuh hidupnya ialah kesembuhan ilahi yang dialami anaknya Sean pada saat yang disebutkan terakhir ini mengalami serangan sengatan sepasukan lebah. Tahun 1970 John menjadi Pendeta pada suatu gereja dan pada tahuan 1974-1978 Carol, isterinya mulai mengambil bagian dalam suatu persekutuan doa kaum wanita di suatu jemaat yang tahun berikutnya suaminya (John) menjadi Pendeta. Dalam tahun 1980 John mulai bertugas dalam Gereja Vineyard hingga sekarang. Pengaruhnya sangat besar dalam Toronto Blessing ini.
Tokoh lainnya ialah Rodney Howard-Browne yang berasal dari Afrika Selatan. Ia telah menyelengarakan Ibadah Penyegaran Spiritual di Negara Paman Sam ini sejak tahun 1987; dan menjadi sangat terkenal diantara orang Karismatik dan Pentakosta.
Yang menarik dari gerakan ini ialah manifestasi kehadiran Roh melalui orang-orang yang mengaku telah kepenuhan Roh Kudus seperti mengaum-ngaum seperti singa; menggonggong seperti anjing dalam suasana ibadah; berlari-lari tanpa arah sementara ibadah, atau roh tertawa yang tak terkontrol diantara peserta ibadah ini (sehingga sering kotbah diperpendek karena suara pengkotbah hilang dalam gelak tawa peserta ibadah),dll. Apakah ini betul manifestasi Roh Kudus? Itulah salah satu pertanyaan yang dicoba untuk dijawab oleh Beverly dalm buku ini. Beverly sendiri walaupun simpatik terhadap gerakan ini tetapi menyatakan “waspada”. Ia mengingatkan semua pihak (khususnya pihak pengikut gerakan ini) untuk terbuka menerima kritikan yang dilontarkan berbagai pihak yang berseberangan jalan dengan pengikut gerakan ini.
Label:
Resensi Buku
Blog ini hadir sebagai wahana informasi seputar kegiatan kampus serta artikel para dosen. Disini anda juga akan membaca pikiran dari orang-orang besar asli Papua Barat
Minggu, 13 Juni 2010
TAK TERKOOPTASI IDEOLOGI ASING: TEGAR SEPERTI DANIEL
Kitab Daniel mencatat berbagai peristiwa dari penyerbuan pertama Nebukadnezar ke Yerusalem (tahun 605) hingga tahun ketiga pemerintahan koresy (tahun 536 SM). Daniel adalah seorang remaja ketika peristiwa dalam pasal 1 (Daniel 1:1-21) terjadi dan sudah mencapai akhir usia 80-an ketika menerima berbagai penglihatan dalam pasal 9-12 (Daniel 9:1-12;13). Ia mungkin hidup sampai sekitar tahun 530 SM, menyelesaikan penulisan kitab ini dalam usia lanjutnya. Pengetahuan kita tentang nabi Daniel ini diperoleh hamper sepenuhnya dari kitab ini (bd.Yeh 14:14,20). Daniel mungkin menjadi keturunan raja hizkia (bd.2Raja 20:17-18; Yes 39:6-7); dia pasti berasal dari keluarga terdidik kalanngan atas di Yerusalem (Daniel 1:3-6), karena Nebukadnezar pasti tidak akan memilih pemuda asing dari kalangan bawah untuk istananya (Daniel 1:4,17). Daniel mungkin dijadikan sida-sida di Babel seperti kebiasaan pada waktu itu bagi pegawai laki-laki di Istana (bd Daniel 1:3; 2 Raja-Raja 20:18; Matius 19:12). Keberhasilan Daniel di Babel disebabkan oleh integritas kepribadian, karunia-karunia nubuat, dan campur tangan Allah yang mengakibatkan dia segera mendapat kenaikan pangkat pada kedudukan penting dan penuh tanggung jawab (Daniel 2:46-49; Daniel 6:1-3).
Pada saat orang Israel ditawan semua harta benda mereka pun diangkut Nebukadnezar ke Babel. Negara Israel dihancurkan. Tidak ketinggalan semua perkakas ibadah dirumah Tuhan pun diangkut. Bangsa Israel dikuras habis-habisan mulai dari harta benda sampai tenaga mereka. Dari orang-orang pembuangan itu Daniel salah satunya. Daniel yang mudah ini tidak pernah bermimpi berada di tanah penjajah, mungkin ia punya mimpi lain menyangkut masa depan hidupnya. Ia dan ketiga kawannya adalah anak-anak muda yang taat karena mereka dibesarkan dalam keluarga yang takut akan Tuhan.
Bagaimana Daniel dan kawan-kawan menyikapi penderitaan dan penghancuran Bait Allah dan Negara dalam suasana pembuangan bangsanya? Mereka berketetapan untuk tidak menyerah kepada keadaan. (Daniel 1:8) Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja….daniel dan kawan-kawannya tetap mempertahankan fighting spirit. Keadaan sekitar dan penderitaan juga pelecehan yang dilakukan bangsa babel yang telah mengahancurluluhkan Bait Allah dan Negara secara memalukan, tidak mengurangi semangatnya. Mereka bisa mengendalikan emosi dan tidak menyerah. Siasat umat Tuhan dalam suasana penuh penderitaan tidak sampai disitu. Tuhan menasehati umatNya untuk membangun kehidupan. Tidak usah bermimpi untuk jalan keluar yang cepat dan bebas dari tawanan babel dalam waktu dekat. “Dirikanlah rumah untuk kamu diami, buatlah kebun untuk kamu nikmati hasilya; ambillah istri untuk memperanakan laki-laki dan perempuan, agar disana kamu bertambah banyak dan jangan berkurang. Usahakanlah kesejahteraan kota kemana kamu Aku buang dan berdoalah untuk kota itu kepad Tuhan sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu” (Yeremia 29:5-7). Pesan yang hendak disampaikan dalam bagian ini bahwa walau hidup di pembuangan, negeri yang asing, negeri yang berbeda kehidupan social budaya jangan pernah melupakan jatih diri kalian. Kebiasan baik seperti bangun rumah, buat kebun, kawin mawin, hidup damai dan doa harus terus dilakukan. Bisakah kita di Papua Barat memaknai Firman Tuhan kepada umat Tuhan di dalam pembuangan ini sebagai jawaban Tuhan terhadap situasi kita di Papua?
Sikap dan Kepribadian Daniel?
Pertanyaan kita sekarang adalah mengapa Daniel tidak mau menajiskan dirinya? Menajiskan diri itu sama dengan mencemarkan diri atau sesuatu (perbuatan, tindakan, benda) yang dapat membatalkan/menggagalkan/membunuh kesucian untuk beribadah. Artinya Daniel mau supaya ia hidup selalu berkenan dihadapan Tuhan.
1. Daniel mau mengatakan bahwa ia anak Tuhan/anak yang takut akan Tuhan. Bagi dia anak Tuhan itu tidak mengenal kompromi. Yang namanya dosa, entah itu kecil atau besar ya tetap dosa. Tidak ada tawar menawar. Salah tetap salah. Kejahatan tetap kejahatan. ( Amsal 1:7 takut akan Tuhan adalah permulahan pengetahuan….). Takut akan Tuhan itu seperti apa? Takut akan Tuhan itu berlari-lari mendekat kepada Tuhan bukan berlari-lari menjauhi Tuhan. Takut akan Tuhan itu seperti komitmen yang dibuat oleh Paulus untuk berlari-lari menuju ketempat dimana Allah berada dan mendapat mahkota sebagai hadiah dari perjuangannya. Pengethuan seperti apa? Pengetahuan tentang apa yang baik dan tidak, tentang apa yang harus dilakukan dan tidak. Sampai disini Daniel adalah pemuda yang tidak muda dipengaruhi.
2. Daniel adalah pemuda yang taat kepda nasehat dan pengajaran orang tua (amsal 1:8). Dan itulah kebiasaan orang Yahudi. Mereka menceritakan keturunan mereka juga perbuatan-perbuatan ajaib yang Tuhan buat pada nenek moyang mereka. Mengapa kita taat kepada orang tua? Karena mereka adalah wakil Allah di bumi. Mereka adalah alat untuk menghadirkan kita di bumi. Mereka sudah memiliki banyak pengalaman hidup. Pengajaran itu biasanya seperti; anak ko jangan begitu nanti Tuhan Yesus marah, anak ini ko bapade, itu ko pu tanta, itu ko pu om, mamade, tete, nenek, dong mama dengan bapa ini, dong pu anak sekian, dll. Anak tong pu tanah tu dari bukit ini ke gunung yang sana. Dulu tete dong datang dari situ, dan menetap disini, dsb (matius 1:1-17).
Kalau di Paniai bisanya orang tua bilang anaknya kalau kamu jalan ke kota kamu punya celana/rok itu ikat kuat-kuat. Nasehat itu diberikan agar anaknya berhasil, bisa mengangkat derajat mereka di mata Tuhan tapi juga di mata manusia. Tangisan orang tua saat melepas anaknya adalah tangisan doa dan harapan, sementara tangisan saat anaknya kembali dengan berhasil adalah tangisan kebahagiaan. Walau dalam Alkitab tidak disebutkan, tetapi saya yakin orang tua Daniel pasti sangat bahagia melihat anak mereka berhasil dalam mempertahankan iman, identitas diri dan mendapat kedudukan yang penting dalam pemerintahan.
3. Daniel adalah pemuda yang berani. Keberaniannya, ia tunjukan dengan menolak tawaran makan makanan raja yang sudah terlebih dahulu dipersembahkan kepada baal. Berani menolak sesuatu yang tidak benar, walaupun mungkin itu menyenangkan secara kedagingan manusia. Kebernian disini adalah keberanian yang menolak santapan raja dengan lembut bukan kasar. Karena ia tahu bahwa banyak cara dapat digunakan untuk mencapai tujuan hidupnya yang benar.
Seringkali ketika pemuda Kristen diperhadapkan pada situasi yang sama, mereka/kita tidak berani menolaknya. Apalagi kalu dia itu sahabat baik kita/kekasih. Ah….! Satu sloki saja trapapa mo, ini satu batang rokok saja trapapa mo, ah...! kita buat saja nanti sa tanggung jawab. Apalagi diacam putus hubungan sebagai sahabat atau pacar. Saat-saat seperti itu adalah saat dimana ketahanan Iman kita diuji. Sekarang tergantung kita?
4. Daniel adalah seorang muda yang teguh hati dan berpendirian. Ia belajar banyak ilmu pengetahuan orang Babel, tetapi ilmu pengetahuan itu tidak membuat dia sombong dan tidak merubah jalan pikirannya. Ketetapan hati terhadap Tuhan dan tanah airnya tidak pernah berubah. Bagi Daniel pengetahuan yang didapt di babel hanyalah pelengkap. Yang utama adalah pengetahuan yang dating dari Tuhan dan orang tuanya.
Dalam dunia penjajahan, satu politik yang gencar dimainkan oleh penjajah adalah merubah pola piker bangsa yang dijajah supaya mengikuti ideologi penjajah. Akhirnya, lambat laun bangsa terjajah dibuat lupa akan jatih diri, tanah air, sesama dan kebersamaan, juga sikap dan pendirian hidup mereka. Seluruh kehidupan; pola dan tingkah laku dan cara berpikir akan mengikuti kebiasaan bangsa penjajah tadi. Akhirnya bangsa terjajah dibuat manusia tak berbudaya. Proses ini biasanya dilakukan lewat sarana pendidikan dan pemaksaan kehendak bebas di mana mereka disibukan dengan pekerjaan-pekerjaan yang mendukung kepentingan penjajah. Hal itu juga pernah terjadi pada bangsa Israel saat mereka di Mesir.
5. Daniel mempunyai kebiasaan doa yang efektif. Ia selalu berdoa tiga kali sehari. Ia juga selalu berdoa puasa untuk menemukan jalan keluar dari masalah-masalah hidup pribadinya tapi juga raja Babel. Ia membangun kebiasaan seperti itu karena ia menyadari bahwa kekuatan, kemampuan serta pengetahuannya sangat terbatas.
6. Daniel adalah pemuda yang rajin belajar. Ia bertanggung jawab dengan kesempatan yang diberikan oleh Allah untuk belajar. Karena ia tahu dari semua pengetahuan yang ia dapat itu untuk menjadi berkat bagi banyak orang. Bagi dia jam belajar ya belajar, jam pelayanan ya pelayanan, jam olah raga ya olah raga. Persekutuan kita dengan Tuhan harus seimbang dengan belajar kita.
Akibatnya:
a) Allah mengaruniakan kasih saying melalui pengawai istana (ayat 9)
b) Allah membuat badan mereka sehat dan gagah (ayat 15)
c) Ilmu mereka sepuluh kali lebih cerdas dari pada semua orang berilmu dan semua ahli jampi-jampi di seluruh kerajaan (ayat 20)
d) Allah mengaruniakan pengetahuan dan kepandaian tentang berbagai-bagai tulisan dan hikmat menafsirkan penglihatan dan mimpi (ayat 17)
e) Allah juga mengaruniakan kedudukan yang layak/menjadikan mereka pemimpin yang dalam pemerintahan di Babel.
Bagaimana sikap hidup kita dewasa ini?
Hidup kita dewasa ini, di Indonesia tapi juga di tanah Papua terlihat tidak beres. Kalau kita ikutiberita (Koran/radio/majalah/TV) hampir setiap hari terjadi kejahatan, kekerasan, pencurian, perampokan, pembunuhan, penganiayaan, kemiskinan, dll. Penguasa pun melakukan KKN, sehingga rakyat kecil dirugikan. Hak-hak rakayat kecil tidak diperjuangkan dengan serius. Tanah tempat rakyat berpijak diambil pemrintah atas nama pembangunan. Hutan-hutan tempat berburuh dan mencari kayu baker di baker dan ditebang habis oleh perusahan-perusahan pemilik HPH. pengangguran dimana-mana. Kemiskinan di papua yang mencapai 73% lebih. Penyebaran HIV/AIDS, minuman keras, narkoba, seks bebas yang semakin meningkat adalah kenyataan hidup kita dewasa ini.
Dalam gambaran situasi seperti itu kita hidup, melayani dan berpendidikan. Tantangan bagi pemuda adalah menjawab pertanyaan apa yang bisa dilakukan? Apakah kita terbuai dan mengikuti arus itu atau bisakah kita seperti Daniel yang tetap takut akan Tuhan, menerima dan melaksanakan nasehat orang tua, berani, berketeguhan hati/berpendirian, memiliki kebiasaan doa yang efektif dan rajin belajar?
Ingat bahwa seusai kita berpendidikan kita akan menjadi pemimpin. Pemimpin atas diri sendiri, di keluarga, di dalam suku, di kelas terhadap murid-murid, digereja terhadap umat, tapi juga dalam pemerintahan. Kita akan memikul salib yang berat melewati jalan yang berbatu, di jalan yang berlubang-lubang, di bawah tekanan-tekanan hidup. Pertanyaannya, apakah kita akan bertanggung jawab dengan tugas itu atau menyerah dipertengahan jalan?
Tuntutan gereja kingmi dibawah tema “berubah untuk menjadi kuat” bagi pemuda adalah menjadi seperti Daniel ini. Kita harus merubah kebiasaan hidup kita yang selalu menyedikan hati Tuhan dan membuat Dia tersenyum. Merubah kebiasaan hidup kita yang egoistic dengan sikap solidaritas/kebersamaan. Jika demikian pemuda kedepan akan menjadi kuat. Kuat dalam iman tapi juga tindakan kita terhadap sesama. Maka, pemuda akan mewujudkan doa Tuhan Yesus “datanglah kerajaanMu, di bumi seperti di surga.” Pemuda yang mewujudkan doa Yesus adalah pemuda yang cinta damai, pemuda yang menghiasi dunia dengan cinta kasih, pemuda yang saling menghapus air mata, pemuda yang saling memberi makan, pemuda yang melihat penderitaan sesama sebagai penderitaan pribadinya, pemuda yang memberikan tumpangan kepada yang terasing, pemuda yang tertawa dengan orang yang tertawa dan menangis dengan orang yang menangis, dll seperti yang digambarkan Yesus kristu dalam Matius 25.
Pemuda dewasa ini harus mengikuti pola pikir Daniel dan Yesus Kristus. Membuat program pelayanan pemuda berdasarkan pola pikir diatas, sehingga kita tidak didapati sebagai pemuda-pemuda yang hanya berseru Tuhan….Tuhan…, tetapi tidak melakukan kehendak Bapa (Keluaran 20:1-17; Matius 25; Galatia 5:22;,dll). Bisakah pemuda melakukan ibadah sekaligus membagi berkat ala kadarnya dengan anak-anak jalanan, mama-mama yang berjualan beratapkan lagit di depan Galael Jayapura, mereka yang ada di LP Abepuara dan Doyo Sentani, atau memprakarsai ibadah antar denominasi gereja. Pertanyaannya adalah mampukah pemuda hidup seperti Daniel di zaman yang; antara satu dengan yang lain baku makan, penuh dengan intrik politik yang tidak sehat, egoistic dan materialitik, kesenangan dunia lebih utama dari pelayanan, dll?
Pada saat orang Israel ditawan semua harta benda mereka pun diangkut Nebukadnezar ke Babel. Negara Israel dihancurkan. Tidak ketinggalan semua perkakas ibadah dirumah Tuhan pun diangkut. Bangsa Israel dikuras habis-habisan mulai dari harta benda sampai tenaga mereka. Dari orang-orang pembuangan itu Daniel salah satunya. Daniel yang mudah ini tidak pernah bermimpi berada di tanah penjajah, mungkin ia punya mimpi lain menyangkut masa depan hidupnya. Ia dan ketiga kawannya adalah anak-anak muda yang taat karena mereka dibesarkan dalam keluarga yang takut akan Tuhan.
Bagaimana Daniel dan kawan-kawan menyikapi penderitaan dan penghancuran Bait Allah dan Negara dalam suasana pembuangan bangsanya? Mereka berketetapan untuk tidak menyerah kepada keadaan. (Daniel 1:8) Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja….daniel dan kawan-kawannya tetap mempertahankan fighting spirit. Keadaan sekitar dan penderitaan juga pelecehan yang dilakukan bangsa babel yang telah mengahancurluluhkan Bait Allah dan Negara secara memalukan, tidak mengurangi semangatnya. Mereka bisa mengendalikan emosi dan tidak menyerah. Siasat umat Tuhan dalam suasana penuh penderitaan tidak sampai disitu. Tuhan menasehati umatNya untuk membangun kehidupan. Tidak usah bermimpi untuk jalan keluar yang cepat dan bebas dari tawanan babel dalam waktu dekat. “Dirikanlah rumah untuk kamu diami, buatlah kebun untuk kamu nikmati hasilya; ambillah istri untuk memperanakan laki-laki dan perempuan, agar disana kamu bertambah banyak dan jangan berkurang. Usahakanlah kesejahteraan kota kemana kamu Aku buang dan berdoalah untuk kota itu kepad Tuhan sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu” (Yeremia 29:5-7). Pesan yang hendak disampaikan dalam bagian ini bahwa walau hidup di pembuangan, negeri yang asing, negeri yang berbeda kehidupan social budaya jangan pernah melupakan jatih diri kalian. Kebiasan baik seperti bangun rumah, buat kebun, kawin mawin, hidup damai dan doa harus terus dilakukan. Bisakah kita di Papua Barat memaknai Firman Tuhan kepada umat Tuhan di dalam pembuangan ini sebagai jawaban Tuhan terhadap situasi kita di Papua?
Sikap dan Kepribadian Daniel?
Pertanyaan kita sekarang adalah mengapa Daniel tidak mau menajiskan dirinya? Menajiskan diri itu sama dengan mencemarkan diri atau sesuatu (perbuatan, tindakan, benda) yang dapat membatalkan/menggagalkan/membunuh kesucian untuk beribadah. Artinya Daniel mau supaya ia hidup selalu berkenan dihadapan Tuhan.
1. Daniel mau mengatakan bahwa ia anak Tuhan/anak yang takut akan Tuhan. Bagi dia anak Tuhan itu tidak mengenal kompromi. Yang namanya dosa, entah itu kecil atau besar ya tetap dosa. Tidak ada tawar menawar. Salah tetap salah. Kejahatan tetap kejahatan. ( Amsal 1:7 takut akan Tuhan adalah permulahan pengetahuan….). Takut akan Tuhan itu seperti apa? Takut akan Tuhan itu berlari-lari mendekat kepada Tuhan bukan berlari-lari menjauhi Tuhan. Takut akan Tuhan itu seperti komitmen yang dibuat oleh Paulus untuk berlari-lari menuju ketempat dimana Allah berada dan mendapat mahkota sebagai hadiah dari perjuangannya. Pengethuan seperti apa? Pengetahuan tentang apa yang baik dan tidak, tentang apa yang harus dilakukan dan tidak. Sampai disini Daniel adalah pemuda yang tidak muda dipengaruhi.
2. Daniel adalah pemuda yang taat kepda nasehat dan pengajaran orang tua (amsal 1:8). Dan itulah kebiasaan orang Yahudi. Mereka menceritakan keturunan mereka juga perbuatan-perbuatan ajaib yang Tuhan buat pada nenek moyang mereka. Mengapa kita taat kepada orang tua? Karena mereka adalah wakil Allah di bumi. Mereka adalah alat untuk menghadirkan kita di bumi. Mereka sudah memiliki banyak pengalaman hidup. Pengajaran itu biasanya seperti; anak ko jangan begitu nanti Tuhan Yesus marah, anak ini ko bapade, itu ko pu tanta, itu ko pu om, mamade, tete, nenek, dong mama dengan bapa ini, dong pu anak sekian, dll. Anak tong pu tanah tu dari bukit ini ke gunung yang sana. Dulu tete dong datang dari situ, dan menetap disini, dsb (matius 1:1-17).
Kalau di Paniai bisanya orang tua bilang anaknya kalau kamu jalan ke kota kamu punya celana/rok itu ikat kuat-kuat. Nasehat itu diberikan agar anaknya berhasil, bisa mengangkat derajat mereka di mata Tuhan tapi juga di mata manusia. Tangisan orang tua saat melepas anaknya adalah tangisan doa dan harapan, sementara tangisan saat anaknya kembali dengan berhasil adalah tangisan kebahagiaan. Walau dalam Alkitab tidak disebutkan, tetapi saya yakin orang tua Daniel pasti sangat bahagia melihat anak mereka berhasil dalam mempertahankan iman, identitas diri dan mendapat kedudukan yang penting dalam pemerintahan.
3. Daniel adalah pemuda yang berani. Keberaniannya, ia tunjukan dengan menolak tawaran makan makanan raja yang sudah terlebih dahulu dipersembahkan kepada baal. Berani menolak sesuatu yang tidak benar, walaupun mungkin itu menyenangkan secara kedagingan manusia. Kebernian disini adalah keberanian yang menolak santapan raja dengan lembut bukan kasar. Karena ia tahu bahwa banyak cara dapat digunakan untuk mencapai tujuan hidupnya yang benar.
Seringkali ketika pemuda Kristen diperhadapkan pada situasi yang sama, mereka/kita tidak berani menolaknya. Apalagi kalu dia itu sahabat baik kita/kekasih. Ah….! Satu sloki saja trapapa mo, ini satu batang rokok saja trapapa mo, ah...! kita buat saja nanti sa tanggung jawab. Apalagi diacam putus hubungan sebagai sahabat atau pacar. Saat-saat seperti itu adalah saat dimana ketahanan Iman kita diuji. Sekarang tergantung kita?
4. Daniel adalah seorang muda yang teguh hati dan berpendirian. Ia belajar banyak ilmu pengetahuan orang Babel, tetapi ilmu pengetahuan itu tidak membuat dia sombong dan tidak merubah jalan pikirannya. Ketetapan hati terhadap Tuhan dan tanah airnya tidak pernah berubah. Bagi Daniel pengetahuan yang didapt di babel hanyalah pelengkap. Yang utama adalah pengetahuan yang dating dari Tuhan dan orang tuanya.
Dalam dunia penjajahan, satu politik yang gencar dimainkan oleh penjajah adalah merubah pola piker bangsa yang dijajah supaya mengikuti ideologi penjajah. Akhirnya, lambat laun bangsa terjajah dibuat lupa akan jatih diri, tanah air, sesama dan kebersamaan, juga sikap dan pendirian hidup mereka. Seluruh kehidupan; pola dan tingkah laku dan cara berpikir akan mengikuti kebiasaan bangsa penjajah tadi. Akhirnya bangsa terjajah dibuat manusia tak berbudaya. Proses ini biasanya dilakukan lewat sarana pendidikan dan pemaksaan kehendak bebas di mana mereka disibukan dengan pekerjaan-pekerjaan yang mendukung kepentingan penjajah. Hal itu juga pernah terjadi pada bangsa Israel saat mereka di Mesir.
5. Daniel mempunyai kebiasaan doa yang efektif. Ia selalu berdoa tiga kali sehari. Ia juga selalu berdoa puasa untuk menemukan jalan keluar dari masalah-masalah hidup pribadinya tapi juga raja Babel. Ia membangun kebiasaan seperti itu karena ia menyadari bahwa kekuatan, kemampuan serta pengetahuannya sangat terbatas.
6. Daniel adalah pemuda yang rajin belajar. Ia bertanggung jawab dengan kesempatan yang diberikan oleh Allah untuk belajar. Karena ia tahu dari semua pengetahuan yang ia dapat itu untuk menjadi berkat bagi banyak orang. Bagi dia jam belajar ya belajar, jam pelayanan ya pelayanan, jam olah raga ya olah raga. Persekutuan kita dengan Tuhan harus seimbang dengan belajar kita.
Akibatnya:
a) Allah mengaruniakan kasih saying melalui pengawai istana (ayat 9)
b) Allah membuat badan mereka sehat dan gagah (ayat 15)
c) Ilmu mereka sepuluh kali lebih cerdas dari pada semua orang berilmu dan semua ahli jampi-jampi di seluruh kerajaan (ayat 20)
d) Allah mengaruniakan pengetahuan dan kepandaian tentang berbagai-bagai tulisan dan hikmat menafsirkan penglihatan dan mimpi (ayat 17)
e) Allah juga mengaruniakan kedudukan yang layak/menjadikan mereka pemimpin yang dalam pemerintahan di Babel.
Bagaimana sikap hidup kita dewasa ini?
Hidup kita dewasa ini, di Indonesia tapi juga di tanah Papua terlihat tidak beres. Kalau kita ikutiberita (Koran/radio/majalah/TV) hampir setiap hari terjadi kejahatan, kekerasan, pencurian, perampokan, pembunuhan, penganiayaan, kemiskinan, dll. Penguasa pun melakukan KKN, sehingga rakyat kecil dirugikan. Hak-hak rakayat kecil tidak diperjuangkan dengan serius. Tanah tempat rakyat berpijak diambil pemrintah atas nama pembangunan. Hutan-hutan tempat berburuh dan mencari kayu baker di baker dan ditebang habis oleh perusahan-perusahan pemilik HPH. pengangguran dimana-mana. Kemiskinan di papua yang mencapai 73% lebih. Penyebaran HIV/AIDS, minuman keras, narkoba, seks bebas yang semakin meningkat adalah kenyataan hidup kita dewasa ini.
Dalam gambaran situasi seperti itu kita hidup, melayani dan berpendidikan. Tantangan bagi pemuda adalah menjawab pertanyaan apa yang bisa dilakukan? Apakah kita terbuai dan mengikuti arus itu atau bisakah kita seperti Daniel yang tetap takut akan Tuhan, menerima dan melaksanakan nasehat orang tua, berani, berketeguhan hati/berpendirian, memiliki kebiasaan doa yang efektif dan rajin belajar?
Ingat bahwa seusai kita berpendidikan kita akan menjadi pemimpin. Pemimpin atas diri sendiri, di keluarga, di dalam suku, di kelas terhadap murid-murid, digereja terhadap umat, tapi juga dalam pemerintahan. Kita akan memikul salib yang berat melewati jalan yang berbatu, di jalan yang berlubang-lubang, di bawah tekanan-tekanan hidup. Pertanyaannya, apakah kita akan bertanggung jawab dengan tugas itu atau menyerah dipertengahan jalan?
Tuntutan gereja kingmi dibawah tema “berubah untuk menjadi kuat” bagi pemuda adalah menjadi seperti Daniel ini. Kita harus merubah kebiasaan hidup kita yang selalu menyedikan hati Tuhan dan membuat Dia tersenyum. Merubah kebiasaan hidup kita yang egoistic dengan sikap solidaritas/kebersamaan. Jika demikian pemuda kedepan akan menjadi kuat. Kuat dalam iman tapi juga tindakan kita terhadap sesama. Maka, pemuda akan mewujudkan doa Tuhan Yesus “datanglah kerajaanMu, di bumi seperti di surga.” Pemuda yang mewujudkan doa Yesus adalah pemuda yang cinta damai, pemuda yang menghiasi dunia dengan cinta kasih, pemuda yang saling menghapus air mata, pemuda yang saling memberi makan, pemuda yang melihat penderitaan sesama sebagai penderitaan pribadinya, pemuda yang memberikan tumpangan kepada yang terasing, pemuda yang tertawa dengan orang yang tertawa dan menangis dengan orang yang menangis, dll seperti yang digambarkan Yesus kristu dalam Matius 25.
Pemuda dewasa ini harus mengikuti pola pikir Daniel dan Yesus Kristus. Membuat program pelayanan pemuda berdasarkan pola pikir diatas, sehingga kita tidak didapati sebagai pemuda-pemuda yang hanya berseru Tuhan….Tuhan…, tetapi tidak melakukan kehendak Bapa (Keluaran 20:1-17; Matius 25; Galatia 5:22;,dll). Bisakah pemuda melakukan ibadah sekaligus membagi berkat ala kadarnya dengan anak-anak jalanan, mama-mama yang berjualan beratapkan lagit di depan Galael Jayapura, mereka yang ada di LP Abepuara dan Doyo Sentani, atau memprakarsai ibadah antar denominasi gereja. Pertanyaannya adalah mampukah pemuda hidup seperti Daniel di zaman yang; antara satu dengan yang lain baku makan, penuh dengan intrik politik yang tidak sehat, egoistic dan materialitik, kesenangan dunia lebih utama dari pelayanan, dll?
Label:
Kaum Muda
Blog ini hadir sebagai wahana informasi seputar kegiatan kampus serta artikel para dosen. Disini anda juga akan membaca pikiran dari orang-orang besar asli Papua Barat
Rabu, 02 Desember 2009
Natal Asrama STT Walter Post Jayapura
Tanggal 1 Desember kemarin mahasiswa STT Walter Post Jayapura yang tinggal di asrama mengadakan natal. “Putra Natal Melukis Kita Dalam Tangan Kasih” menjadi tema dalam perayaan natal tahun ini. Ibadah natal yang dimulai jam 5:00 itu berjalan dengan baik hingga akhir. Pdt.Yusak Pekey, S.Th yang dipercayakan panitia untuk menyampaikan renungan menekankan bahwa Allah yang melukiskan kita dalam telapak tanganNya itu tidak pernah meninggalkan dan mengecewakan kita dalam situasi sesulit apa pun.
Dalam perjalanan kuliah selama semester ini kita tentu banyak mengalami kekurangan, kehilangan, kesakitan, dll. Tapi kasihNya kepada kita melebihi kasih seorang ibu, ujarnya. Seperti seekor raja wali yang melepaskan anaknya dari ketinggian untuk melatih anaknya supaya bisa mandiri dan kuat demikian kasih Allah terhadap kita. Setiap masalah yang kita hadapi adalah proses pembentukan diri kita agar semakin dekat. Ia juga menambahkan bahwa paku yang menembus telapak tangan Kristus juga telah menembus kita, jadi kita menderita, mati dan bangkit bersama Dia. Mengapa? karena kita telah dilukiskan dalam telapak tanganNya. Akhirnya beliau berpesan bahwa bawalah keharuman Kristus dari STT ini kepada semua orang yang akan jumpai dimasa raya natal ini tapi juga selamanya.
Sekedar diketahui bahwa sejak pagi para mahasiswa dan mahasiswi sibuk menyiapkan kayu bakar, batu, daun-daunan dan makanan. Makanan dimasak ala orang gunung, barapen/bakar batu. Suasana kebersamaan dan sukacita natal terlihat jelas diraut para calon gembala dan pendeta ini. Kegiatan berjalan dengan meria karena sesekali diselingi dengan cerita-cerita lucu.
Redaksi Buletin
Dalam perjalanan kuliah selama semester ini kita tentu banyak mengalami kekurangan, kehilangan, kesakitan, dll. Tapi kasihNya kepada kita melebihi kasih seorang ibu, ujarnya. Seperti seekor raja wali yang melepaskan anaknya dari ketinggian untuk melatih anaknya supaya bisa mandiri dan kuat demikian kasih Allah terhadap kita. Setiap masalah yang kita hadapi adalah proses pembentukan diri kita agar semakin dekat. Ia juga menambahkan bahwa paku yang menembus telapak tangan Kristus juga telah menembus kita, jadi kita menderita, mati dan bangkit bersama Dia. Mengapa? karena kita telah dilukiskan dalam telapak tanganNya. Akhirnya beliau berpesan bahwa bawalah keharuman Kristus dari STT ini kepada semua orang yang akan jumpai dimasa raya natal ini tapi juga selamanya.
Sekedar diketahui bahwa sejak pagi para mahasiswa dan mahasiswi sibuk menyiapkan kayu bakar, batu, daun-daunan dan makanan. Makanan dimasak ala orang gunung, barapen/bakar batu. Suasana kebersamaan dan sukacita natal terlihat jelas diraut para calon gembala dan pendeta ini. Kegiatan berjalan dengan meria karena sesekali diselingi dengan cerita-cerita lucu.
Redaksi Buletin
Label:
Info Kampus
Blog ini hadir sebagai wahana informasi seputar kegiatan kampus serta artikel para dosen. Disini anda juga akan membaca pikiran dari orang-orang besar asli Papua Barat
Langganan:
Postingan (Atom)